WahanaNews.co | Pihak keluarga santri almarhum AM (17) mengaku kecewa pada Ponpes Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, lantaran sempat menutup-tutupi penyebab meninggalnya anak mereka.
Saat jenazah diantar utusan Gontor ke pihak keluarga di Palembang, pada surat keterangan dituliskan AM meninggal karena sakit. Padahal, setelah fakta didalami ternyata AM meninggal akibat penganiayaan, bukan sakit seperti yang diinfokan semula.
Baca Juga:
Bobi Candra, Bos Tambang Ilegal dengan Kerugian Negara Rp 556 Miliar, Dibekuk di Jakarta
Surat keterangan kematian bernomor 007/RSYD-SKM/VIII/2022 yang diberikan pengurus ponpes pun diperlihatkan pihak keluarga, yang diwakili pengacaranya, Titis Rachawati, kepada wartawan di Palembang, Selasa (6/9). Surat keterangan kematian tersebut berkop surat RS Yasyfin Darussalam Gontor dan ditandatangani dokter Muckhlas Hamidy pada tanggal 22 Agustus.
"Keluarga AM menyesalkan sikap pihak Pesantren Gontor yang terkesan menutupi peristiwa sebenarnya yang menyebabkan putra sulung Ibu Soimah meninggal. Ada hal yang tak konsisten ketika awal mengatakan anaknya meninggal karena sakit. Ketika mereka memaksa membuka jenazah melihat kondisi, baru mengaku ternyata dianiaya. Jadi terkesan ditutupi," ujar Titis.
Dalam surat tersebut, AM dinyatakan meninggal karena sakit pada pukul 06.45. Tidak ada rincian mengenai penyakitnya.
Baca Juga:
Bank Indonesia Sebut Uang Pecahan Rp10 Ribu Tahun Emisi 2005 Tidak Berlaku Lagi
Selain surat tersebut, juga dilampirkan surat keterangan kematian karena penyakit tidak menular yang juga ditandatangani dokter Mukhlas Hamidy.
Titis mengatakan, surat tersebut diberikan langsung oleh seseorang yang mengaku sebagai perwakilan dari pihak Gontor saat penyerahan jenazah di Palembang, Selasa (23/8) lalu atau sehari setelah kematian AM.
Saat itu, ibu kandung AM, Soimah, tak percaya dengan anaknya meninggal karena sakit, lalu memaksa untuk membuka peti jenazah saat utusan Gontor itu masih di sana. Dan, ketika peti dibuka, kondisi jenazah tak seperti orang sakit melainkan banyak ditemukan luka lebam dari kepala hingga dada dengan beberapa bercak darah.
Lalu pihak keluarga meminta utusan Gontor untuk memberikan keterangan sebenarnya, dan akhirnya barulah disebutkan AM meninggal karena dianiaya
Pesantren Gontor pun saat ini telah menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa itu termasuk mengakui bahwa AM telah tewas akibat menjadi korban penganiayan. Terlepas dari permohonan maaf, keluarga AM akan tetap menempuh jalur hukum.
"Kami akan meneruskan ini ke ranah hukum. Sesuai statement Gontor mengakui penganiayaan. Disesalkan sudah tahu ada penganiayaan kenapa dikemas ada surat kematian karena sakit," kata Titis.
Sementara, untuk laporan kepolisian saat ini diusut dengan LP model A atas kasus temuan kepolisian.
"Apabila dibutuhkan untuk membuat laporan baru model B kami akan buat, tapi untuk sekarang Polres Ponorogo sudah menanganinya dengan laporan model A," ujar Titis.
Sehari sebelumnya, pihak Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor mengakui pihaknya sempat menutupi penyebab kematian santrinya, AM (17) akibat dianiaya.
Juru Bicara Pondok Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid berdalih hal itu memang sengaja dilakukan pihaknya untuk menjaga perasaan keluarga.
"Jadi sebetulnya dari awal ketika jenazahnya diserahkan, memang [penyebab meninggal korban] tidak untuk konsumsi umum," kata Noor Syahid, dilansir dari cnnindonesia, Rabu (7/9).
Noor mengakui soal pengantar jenazah yang memberitahu pihak keluarga penyebab sebenarnya kematian AM setelah didesak pihak keluarga almarhum. Hal itu dilakukan di ruang tertutup dan privat, di depan orang tua dan keluarga korban.
Selain itu, ia menyatakan dua santri yang diduga melakukan penganiayaan berujung tewasnya AM itu sudah dikeluarkan.
"Pelaku dua orang. Dan langsung tidak sampai satu jam [setelah AM wafat], surat pemberhentian, surat pemulangan, surat pengusiran langsung kami buat dan mereka langsung dipulangkan," kata Noor.
Noor mengatakan dua pelaku itu merupakan kakak kelas korban yang duduk di kelas 6 atau kelas 12 SMA. Sementara korban masih kelas 5 atau kelas 11.
"Dua pelaku. Satu dari Padang dan yang satu dari Bangka. Saat ini sudah tidak di pondok," ucapnya.
Sejauh ini Pondok Pesantren Gontor menyerahkan kasus itu kepolisian. Beberapa orang perwakilan pengasuh santri dan pengantar jenazah AM ke Palembang, juga sudah dimintai keterangan.
Pada prinsipnya, kata dia, Gontor tidak memberikan toleransi kepada segala kekerasan di dalam lingkungan pesantren, apa pun bentuknya, termasuk dalam kasus AM ini. Mereka pun menyampaikan permohonan maaf dan belasungkawa atas wafatnya AM, khususnya kepada orang tua dan keluarga almarhum di Palembang. [qnt]