WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menegaskan bahwa Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) merupakan dokumen yang lahir dari kebutuhan masyarakat, terutama dalam proses melamar pekerjaan.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas surat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengusulkan penghapusan SKCK karena dianggap dapat menghambat hak asasi warga negara.
Baca Juga:
Dihadiri Ratusan Pesilat se-Bekasi Raya, Mahfudz Abdurrahman Sampaikan Hal Ini di ‘Pesantren Silat’
"SKCK ini pada dasarnya diterbitkan berdasarkan permintaan masyarakat, salah satunya sebagai syarat dalam melamar pekerjaan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri, Brigjen Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Truno menekankan bahwa SKCK merupakan bagian dari layanan operasional Polri yang bertujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat, bukan sebagai bentuk hambatan.
"Secara konstitusi, hak-hak masyarakat telah diatur, termasuk dalam memperoleh layanan seperti SKCK," tambahnya.
Baca Juga:
Kedatangan Wisatawan Asing di Bali Naik 4,5%, Imigrasi Percepat Pemeriksaan dengan Autogate
Meski demikian, Polri berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan dan memperbaiki prosedur penerbitan SKCK agar lebih efisien.
"Jika ada yang merasa prosesnya menghambat, kami siap melakukan evaluasi. SKCK adalah surat keterangan yang berisi catatan seseorang terkait tindak kriminal," jelas Truno.
Pemberian SKCK ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya pada Pasal 15 Ayat 1 huruf K, serta dalam Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023.
"Kami akan mempertimbangkan setiap masukan demi meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat," ujar Truno.
Hambat Eks Narapidana
Sebelumnya, Kementerian HAM mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, mengusulkan pencabutan SKCK setelah melakukan kajian akademis dan evaluasi praktis.
Usulan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, dalam sebuah diskusi di kantornya di Kuningan, Jakarta.
"Alhamdulillah, Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk mencabut SKCK berdasarkan hasil kajian akademis dan evaluasi di lapangan," ungkap Nicholay.
Menurutnya, usulan ini muncul setelah Kementerian HAM menemukan bahwa mantan narapidana kesulitan memperoleh pekerjaan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan (lapas).
SKCK sering menjadi hambatan utama bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan, yang akhirnya mendorong sebagian mantan narapidana kembali melakukan tindak kriminal.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]