WahanaNews.co, Jakarta - Andi Asrun, Guru Besar Hukum Konstitusi di Universitas Pakuan Bogor, mengkritisi keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan enam anggotanya melanggar kode etik terkait pendaftaran cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.
Baginya, hal tersebut merupakan suatu kesalahan besar. Ia berpendapat bahwa langkah yang diambil oleh KPU sebenarnya sudah tepat karena mereka hanya menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memiliki sifat self executing atau dapat langsung dilaksanakan tanpa memerlukan aturan tambahan.
Baca Juga:
Buntut PSU, Pakar: KPU RI Gagal Kontrol Internal, Bisa Diadukan ke DKPP
"Menurut saya, putusan DKPP itu keliru besar itu, keliru besar. KPU hanya melaksanakan putusan MK yang bersifat final dan self executing, jadi dia tidak perlu lagi atur pelaksanaannya," kata Andi, melansir CNN Indonesia, Rabu (7/2/2024).
Andi juga menilai DKPP melakukan kesalahan dengan mengeluarkan putusan tanpa mengundang dua pihak yang akan terimbas. Menurutnya, langkah berimbang harusnya dilakukan DKPP sejak awal.
"DKPP ini harusnya mengundang pihak yang akan terkena imbas dari putusan DKPP, berimbang namanya. Jadi harus mendengar dari kedua belah pihak, tapi kan tidak dilakukan oleh DKPP," jelasnya.
Baca Juga:
Langgar Kode Etik, Empat Komisioner KPU Banjarbaru Dipecat DKPP
Menurutnya, kesalahan yang dilakukan oleh DKPP dapat dihadapi kembali oleh KPU.
Menurutnya, KPU memiliki kemungkinan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena keputusan DKPP tidak memiliki kefinalan seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Impian DKPP ini dapat diajukan ke PTUN oleh pihak yang merasa dirugikan, atau oleh masyarakat yang menganggap bahwa keputusan DKPP tersebut melanggar prinsip-prinsip moral, hukum, dan konstitusi," ungkapnya.
"Itu yang menurut saya bermasalah. Saya lihat DKPP ini melakukan perbuatan melawan hukum namanya. KPU menjalankan keputusan MK, sesuai tugasnya, tapi kemudian dipersalahkan," imbuh dia
Sebelumnya, DKPP memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya. Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Pemberian sanksi dibacakan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," kata Heddy.
DKPP menyatakan Ketua KPU dan enam anggotanya yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.
Beberapa pasal yang dilanggar itu yakni Pasal 11 huruf a dan huruf c, Pasal 15 huruf c serta Pasal 19 huruf a.
Kendati demikian, status Gibran sebagai cawapres tidak akan terdampak dari putusan DKPP.
"Enggak [terdampak putusan DKPP]. Ini kan murni putusan etik enggak ada kaitannya dengan pencalonan. Enggak ada," kata Heddy.
"Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga. Ini murni soal etik. Murni soal etik penyelenggara pemilu. Jadi enggak ada kaitan," imbuhnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]