WAHANANEWS.CO, Jakarta - Situasi keamanan di Papua menghadapi tantangan yang tidak semata berasal dari aksi kekerasan bersenjata, tetapi juga dari gerakan ideologis yang sistematis dan tersembunyi.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigadir Jenderal Polisi Faizal Ramadhani, yang menilai bahwa ancaman di Papua kini bersifat ganda—terdiri dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan Kelompok Kriminal Politik (KKP).
Baca Juga:
Netralitas ASN dalam PSU Provinsi Papua, Danny Korwa: Netralitas ASN akan Diawasi Ketat
“Keduanya menjadi tantangan ganda yang harus dihadapi secara cermat dan terukur oleh aparat keamanan yang ada di Papua,” ujar Faizal pada Minggu (20/7/2025).
Menurut Faizal, KKB masih menjadi ancaman nyata karena melakukan kekerasan bersenjata yang menyasar aparat keamanan dan warga sipil.
Aksi mereka selama ini dikenal brutal, terbuka, dan langsung mengganggu stabilitas keamanan di wilayah konflik.
Baca Juga:
Dari Jawa Timur hingga Papua, 55 PLTP dan PLTS Mulai Beroperasi di Era Prabowo
Namun, KKP dinilai lebih berbahaya dalam jangka panjang karena menyusup melalui jalur ideologis, propaganda, serta pengaruh terhadap generasi muda Papua.
Gerakan ini tidak menggunakan senjata, melainkan memanfaatkan aksi massa, jalur intelektual, serta saluran digital untuk membangun narasi tandingan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ancaman KKB nyata dalam bentuk kekerasan, tetapi KKP menyerang dari sisi ideologi dan kesadaran generasi muda Papua,” tegas jenderal bintang satu itu.
Faizal yang juga menjabat sebagai Wakapolda Papua menambahkan, gerakan KKP sudah membentuk sistem kaderisasi, agitasi intelektual, hingga jejaring lintas negara.
Organisasi seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) disebut sebagai ujung tombak agenda separatisme, termasuk melalui diplomasi dan lobi internasional.
“Di dalam negeri, kelompok ini menyusup melalui jaringan mahasiswa seperti Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang tersebar di berbagai kota studi di Indonesia,” ujarnya.
Faizal menyatakan bahwa kelompok ini kerap mengeksploitasi isu-isu sensitif untuk menumbuhkan sentimen anti-pemerintah.
Mulai dari isu rasisme, pelanggaran HAM, hingga penolakan terhadap program strategis seperti ketahanan pangan, makan bergizi gratis (MBG), serta pemekaran daerah otonomi baru (DOB) dijadikan bahan agitasi.
“Kami mencatat banyak disinformasi dan narasi provokatif beredar di media sosial yang menyebut program-program pemerintah sebagai bentuk penjajahan baru. Padahal, program tersebut bertujuan menyejahterakan masyarakat Papua,” ucapnya.
Upaya Satgas Damai Cartenz kini berfokus tidak hanya pada pendekatan keamanan, tetapi juga strategi kontra-narasi untuk mengimbangi pengaruh gerakan separatis ideologis yang terus menyebar.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]