WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia terkait Laut Ambalat kembali mencuat, menyusul pernyataan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim yang menyebut wilayah sengketa tersebut sebagai “Laut Sulawesi”.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menegaskan pentingnya kehadiran nyata Indonesia di kawasan itu, termasuk melalui langkah patroli TNI Angkatan Laut.
Baca Juga:
Satria Arta Kumbara Menyesal Gabung Militer Rusia, Kini Merengek Ingin Pulihkan Status WNI
“Sebagai bagian dari strategi tersebut, perlu diperkuat kehadiran fisik dan simbolis Indonesia di Ambalat melalui patroli TNI AL,” kata Dave dalam siaran pers, Kamis (7/8/2025).
Ia menilai pemerintah juga harus melakukan diplomasi konsisten berbasis hukum internasional, baik di forum kawasan seperti ASEAN maupun forum maritim regional, untuk menjaga kedaulatan nasional.
Dave mengusulkan pembangunan fasilitas navigasi serta eksplorasi minyak dan gas oleh BUMN seperti Pertamina Hulu Energi, mengingat perairan yang disengketakan itu disebut kaya kandungan minyak bumi.
Baca Juga:
Korban Tenggelam KMP Tunu Pratama Jaya Bertambah, Tim SAR Masifkan Pencarian Bawah Laut
“Aktivitas ekonomi dan sosial juga harus digalakkan untuk menunjukkan kontrol de facto Indonesia atas wilayah tersebut,” ujarnya.
Politikus Partai Golkar itu pun membuka opsi kerja sama pengelolaan bersama melalui pembentukan Joint Development Authority antara Indonesia dan Malaysia.
“Dengan syarat adanya kejelasan batas wilayah serta mekanisme pengelolaan yang transparan dan adil bagi kedua negara,” tegasnya.
Dari keterangan resmi Kemenlu Malaysia, wilayah maritim yang meliputi Blok ND6 dan ND7 dalam Peta Baru Malaysia 1979 disebut sebagai Laut Sulawesi, bukan “Ambalat” seperti istilah yang digunakan Indonesia.
Menteri Luar Negeri Mohamad bin Haji Hasan pada 5 Agustus 2025 menyatakan bahwa putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 terkait kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan semakin memperkuat posisi Malaysia di Laut Sulawesi.
"Menteri Luar Negeri menggarisbawahi bahwa setiap terminologi harus digunakan dengan benar dan mencerminkan posisi kedaulatan serta hak hukum Malaysia atas wilayah yang bersangkutan," tulis pernyataan Kemenlu Malaysia.
Adapun rencana pengembangan bersama antara kedua negara di kawasan itu masih dalam tahap penjajakan dan belum ada kesepakatan yang dicapai.
Pemerintah Malaysia menegaskan komitmennya untuk melindungi kedaulatan dan hak berdaulatnya sesuai dengan UNCLOS 1982.
"Dan semua pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan melalui mekanisme diplomatik, hukum, dan teknis dalam kerangka kerja bilateral yang telah ditetapkan," jelasnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]