WahanaNews.co | Pemanfaatan kendaraan listrik bisa mengurangi emisi dari energi fosil pada kendaraan. Namun, tetap saja dalam produksi listriknya masih banyak pembangkit listrik yang bersumber dari energi kotor.
Seperti disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari dalam Focus Group Discussion di Ruang Rapat Fraksi PKB, Senayan Jakarta, kemarin.
Baca Juga:
Kalbar Mendapat Alokasi Rp700 Miliar untuk Pembangunan Listrik Desa
“Kami melihat kebijakan subsidi kendaraan listrik masih belum tepat sasaran. Insentif yang awalnya diharapkan mempercepat penurunan emisi gas buang, namun di hulunya tetap saja pembangkit listriknya masih banyak menimbulkan polusi,” ungkap Ratna.
Djelaskan, saat ini bauran bahan bakar pembangkit listrik nasional masih didominasi oleh batubara sebesar 70 persen, kemudian gas sebanyak 22 persen, dan energi baru terbarukan yang 12 persen saja dipakai.
Dia pun berharap pemerintah kembali mengkaji kebijakan subsidi kendaraan listrik. Kemudian, mulai berfokus untuk mengganti penggunaan batubara dan gas sebagai sumber energi listrik menjadi energi baru terbarukan.
Baca Juga:
Komisi VII DPR RI Apresiasi Upaya PLN Jalankan Langkah Dekabornisasi
Ratna menilai, kebijakan insentif pajak bagi kendaraan listrik baik mobil dan motor juga tak efektif memberi stimulasi. Hal ini terbukti dengan trend penjualannya yang landai setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani merilis PMK Nomor 38 Tahun 2023.
Menurutnya, justru untuk meningkatkan penjualan kendaraan listrik, yang perlu dibangun adalah ekosistemnya, melalui pembangunan infrastruktur charging station yang diperbanyak.
Ratna menegaskan, fraksinya tetap mendukung upaya transformasi dari kendaraan bahan bakar fosil menjadi listrik. Namun, caranya bukan dengan jor-joran menghamburkan anggaran dengan memberikan subsidi pajak.
“FPKB tetap mendukung namun dengan strategi lainnya, bukannya dengan membebani anggaran negara dengan subsidi ke masyarakat," pungkasnya. [sdy]