WahanaNews.co | Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dorong pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun 1965-1966.
Mengingat periode jabatan Presiden Jokowi yang akan habis dua tahun lagi, seharusnya disikapi dengan tegas dan secepatnya diselesaikan.
Baca Juga:
Ini 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Presiden Jokowi
"Komnas HAM mendorong supaya Pemerintahan Jokowi menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat termasuk peristiwa 65-66," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung, Minggu (20/2).
Beka mengingatkan bahwa para korban pelanggaran HAM berat 1965-1966 kini sudah berusia lanjut.
Oleh karena itu, perlu ada ketegasan dan percepatan penanganan dari pemerintah.
Baca Juga:
Korban dan Keluarga Sambut Baik Program Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat
Terlebih, pemerintah Belanda sudah meminta maaf kepada Indonesia atas pembantaian yang terjadi usai Indonesia merdeka pada 1945 silam.
Beka menilai pemerintah Indonesia pun perlu segera menuntaskan warisan masalah dari masa silam.
"Semakin lama tidak diselesaikan maka korban juga akan tertunda memperoleh keadilannya, apalagi korban khususnya peristiwa 65-66 sekarang ini sudah berusia lanjut," kata Beka.
Beka juga mendorong pemerintah agar menempuh langkah nonyudisial di kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966.
Komnas HAM akan terus menunggu tindakan dan realisasi pemerintah dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Ada pengungkapan kebenaran, pemberian kompensasi, dan rekonsiliasi kepada korban-korban pelanggaran pelanggaran HAM berat, peristiwa yang diputuskan oleh negara tidak bisa dilanjutkan di ranah yudisial," ujarnya.
Sebelumnya, salah seorang korban pelanggaran HAM berat 1965-1966 Bedjo Untung menyindir pemerintah Indonesia yang tak kunjung menyelesaikan masalah tersebut.
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte sudah meminta maaf atas kekerasan yang terjadi usai Indonesia merdeka pada 1945.
Raja Belanda Willem-Alexander juga sudah minta maaf saat berkunjung ke tanah air pada 2020 lalu.
Menurut Bedjo, sikap perdana menteri dan Raja Belanda itu berbanding terbalik dengan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi pelanggaran HAM berat 1965-1966.
"Ini adalah pukulan atau sindiran yang sangat keras kepada Pemerintah Indonesia yang semestinya juga melakukan hal yang sama, yaitu meminta maaf kepada para korban pelanggaran HAM berat, khususnya korban '65," kata Bedjo, Jumat (18/2). [bay]