WahanaNews.co | Dana deposito nasabah Bank Mega
Syariah senilai Rp 20 miliar tiba-tiba raib atau hilang ketika hendak
dicairkan.
Dana
tersebut diketahui milik salah satu klien Riduan Tambunan SH dari Kantor
Advokat Riduan Tambunan SH & Partners.
Baca Juga:
TM dan MH Diciduk Polisi Gara-gara Narkotika: Ini Kronologinya!
Kini,
kuasa hukum klien tengah berupaya meminta tanggung-jawab PT Bank Mega Syariah
(BMS) terkait raibnya dana deposito yang tercatat atas nama salah satu
perusahaan asuransi tersebut.
Riduan
menjelaskan, dana deposito sebesar Rp 20 miliar itu sudah ditempatkan di BMS
sejak tahun 2012.
Deposito
tersebut merupakan Dana Jaminan Wajib yang ditempatkan pada Bank guna memenuhi
ketentuan sejumlah aturan.
Baca Juga:
Begini Kronologi Pencurian Bersajam, yang Dilaporkan di Polsek Batangkuis
Di
antaranya Pasal 20 UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian Jo. Pasal 35 ayat (1)
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 53/PMK.010/2012 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yang mengatur
bahwa Perusahaan Asuransi Wajib Membentuk Dana Jaminan, dalam bentuk dan jumlah
yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Dana
sebesar Rp 20 miliar tersebut ditempatkan di BMS dalam bentuk deposito pada
tanggal 29 Oktober 2012," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (18/4/2021).
Penempatan
tersebut terdiri dari 4 bilyet giro masing-masing Rp 5 miliar, dengan Nomor
Seri: 036466, 036465, 036464 dan 036463.
Adapun
4 bilyet giro asli tersebut disimpan di main
vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
"Pada
tahun 2015, klien kami bermaksud untuk mencairkan dana tersebut beserta
bunganya, namun informasi yang diperoleh dari BMS, bahwa dana tersebut sudah
tidak ada atau telah raib," kata Riduan.
"Atas
kejadian ini klien kami terkejut, karena merasa tidak pernah mencairkan
(memberikan instruksi pencairan) deposito tersebut, dan 4 bilyet giro asli
masih tersimpan dengan baik di bank Kustodian," sambungnya.
Ia
menilai, pencairan deposito sebagai Dana Jaminan Wajib, seharusnya tidak dapat
begitu saja dipindahkan/dicairkan, karena harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari OJK.
Hal
tersebut sebagaimana Pasal 20 ayat (4) UU No.40/2014 Tentang Peransuransian.
"Klien
kami telah berupaya untuk meminta pertanggung-jawaban BMS, tetapi pihak BMS
tidak bersedia untuk memberikan ganti rugi dengan alasan bahwa permasalahan
atas pencairan deposito telah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,"
imbuhnya.
Dalam
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, karyawan BMS, yaitu
Kepala Cabang Pembantu Panglima Polim, dipidana usai dilaporkan karena melakukan penggelapan dan
menyebabkan raibnya dana deposito tersebut.
Riduan
menegaskan, BMS tidak bisa berdalih dengan melemparkan tanggung-jawab kepada
karyawan banknya yang sudah dipidana, karena berdasarkan UU Perseroan Terbatas
(UU PT) Direksi sebagai pengurus perseroan yang bertanggung jawab terhadap
jalannya perseroan, harus bertanggung-jawab terhadap perbuatan penggelapan yang
dilakukan oleh karyawannya, yang dilakukan ditempat kerja BMS, pada jam kerja,
dan juga karena adanya hubungan dengan pekerjaannya.
"Pihak
BMS harus mengganti kerugian yang dialami oleh Klien kami, sebagaimana diatur
dalam ketentuan dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata Jo. Pasal 29 POJK
No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam
Pasal 29 POJK Nomor :1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan," bebernya.
Sementara
itu, belum ada penjelasan resmi dari pihak Bank Mega Syariah.
Wartawan sudah mencoba meminta konfirmasi kepada
pihak Bank Mega Syariah, namun hingga tulisan ini hendak dimuat, upaya
konfirmasi tersebut belum membuahkan hasil. [qnt]