WahanaNews.co | Sejumlah pihak masih terus menggali fakta terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang. Salah satu pihak yang mendalami peristiwa tersebut adalah koalisi masyarakat sipil.
Anggota LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan, mengatakan, ada hal yang disayangkan dalam penanganan pengamanan suporter usai laga Arema vs Persebaya.
Baca Juga:
Komnas HAM: Aremania Berhambur ke Lapangan Ingin Pelukan dengan Pemain
”Seharusnya pada kondisi eskalasi massa yang mulai mereda aparat keamanan tidak melakukan tembakan. Namun dalam temuan yang kita dapat justru melakukan tembakan pada saat eskalasi massa sudah mulai mereda,” ujar Jauhar dalam konferensi pers terkait pemaparan hasil investigasi atas tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Minggu (9/10).
Tak hanya itu, Jauhar menilai, aparat tidak memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum melontarkan gas air mata. Padahal, polisi bisa menembakkan water cannon sambil memberi imbauan kepada suporter.
”Dalam peristiwa penembakan gas air mata ini kami melihat adanya potensi pelanggaran terhadap aturan pengendalian massa yang mana dalam tataran penggunaan gas air mata merupakan tahapan ketiga yang bisa dilakukan di mana harus didahului dengan imbauan secara lisan, penertiban massa, penggunaan water cannon, dan baru ketika kondisi tak terkendali penggunaan gas air mata,” ucap Jauhar.
Baca Juga:
Tragedi Kanjuruhan, Polisi di Malang Sujud Massal Minta Maaf
”Namun dari keterangan saksi kemudian analisis dari video itu mereka melihat tidak ada upaya pemberitahuan secara lisan dari petugas kepolisian ataupun penggunaan water cannon untuk mengendalikan massa. Namun secara serta merta langsung mengendalikan gas air mata untuk pengendalian massa,” sambungnya.
Dia menilai, tembakan gas air mata inilah yang membuat suporter panik. Ujungnya berdesakan hingga berujung kematian.
”[penembakan] gas air mata itu memicu kepanikan luar biasa sehingga suporter berdesak-desakan keluar stadion demi menyelamatkan diri karena dalam kondisi itu banyak yang sudah terganggu penglihatan dan sudah sudah untuk bernapas,” kata Jauhar.
Dalam peristiwa kericuhan di Kanjuruhan, 131 orang dinyatakan meninggal dunia. Selain itu, ratusan suporter menjadi korban luka-luka. Penyebab kericuhan hingga kini masih didalami, termasuk penyebab tewasnya ratusan suporter di lapangan.
Akibat kejadian itu, setidaknya enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Akhmad Hadian Lukita, Dirut PT LIB; Abdul Haris, Ketua Panpel; Suko Sutrisno, Security Officer; Kabagops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto; Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman; Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi.
Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan 360 KUHP serta Undang-undang Keolahragaan. Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan luka berat, saat dikonfirmasi, Minggu (9/10/2022). [rin]