WahanaNews.co | Kehadiran petinggi Partai Amanat Nasional atau PAN dalam pertemuan reguler
antara Presiden Jokowi dan pimpinan partai politik koalisi pendukung pemerintah
menyita perhatian.
Terlebih setelah pertemuan, kehadiran PAN disebut
sebagai tanda bergabungnya PAN dalam koalisi.
Baca Juga:
Hinca Panjaitan Pimpin Tim Pemenangan Bobby-Surya di Pilgubsu 2024
Betulkah kabar ini?
Bagaimana pula efeknya ke elektabilitas PAN, bangunan
koalisi parpol pendukung pemerintah, dan demokrasi, jika PAN betul
bergabung?
Ada yang tak biasa dalam pertemuan rutin yang digelar
Presiden Joko Widodo bersama ketua umum dan sekretaris jenderal partai-partai
koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi - Wakil Presiden Ma"ruf Amin yang digelar di Istana
Merdeka, Jakarta, Rabu (25/8/2021).
Baca Juga:
Bobby-Surya Percaya Hinca Panjaitan Pimpin Tim Pemenangan
Jika biasanya pertemuan hanya diikuti oleh enam parpol
koalisi, pertemuan kali ini diikuti oleh tujuh parpol.
Duduk sejajar paling depan bersama Presiden, Ketua
Umum (Ketum) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati
Soekarnoputri (PDI-P), yang hadir bersama Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, dan Bendahara Umum
PDI-P, Olly Dondokambey.
Kemudian, di sisi kanan, urutan paling dekat Presiden Jokowi,
Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, didampingi Sekjen
Gerindra, Ahmad Muzani; Ketum Nasdem, Surya Paloh, didampingi Sekjen Nasdem, Johnny G Plate; dan
Ketum Partai Persatuan Pembangunan, Suharso Monoarfa, didampingi Sekjen PPP, Arwani Thomafi.
Kemudian di sisi kiri, ada Ketum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, didampingi Sekjen
Golkar, Lodewijk Paulus; Ketum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, didampingi Sekjen PKB, Hasanuddin Wahid;
serta wajah baru di pertemuan koalisi, yakni Ketum PAN, Zulkifli Hasan alias Zulhas, didampingi Sekjen PAN, Eddy Soeparno, di kursi paling ujung
dalam susunan tempat duduk berbentuk huruf U.
Adalah Johnny G Plate yang kemudian mengumumkan
kehadiran petinggi PAN sebagai tanda bergabungnya PAN dalam koalisi seusai
pertemuan.
"Sahabat baru kami dalam koalisi (PAN) semakin
memperkuat dan memperkaya gagasan dan pandangan serta ide-ide baru dalam rangka
melanjutkan pemerintahan dan mengisi demokratisasi di Indonesia," kata Menteri
Komunikasi dan Informatika ini.
Hasto pun menguatkan kabar yang disiarkan Johnny.
Menurut dia, kehadiran Zulkifli dan Eddy semakin
membuktikan bagaimana gotong royong dikedepankan.
Kehadiran PAN memberikan energi positif bagi
konsolidasi pemerintahan Jokowi-Amin yang sangat penting di tengah pandemi
Covid-19.
Lantas, bagaimana menurut PAN?
Eddy Soeparno, saat ditanyakan soal kabar bergabungnya PAN ke
koalisi pemerintahan, Kamis (26/8/2021), tak menjawab lugas.
Ia bahkan menolak menjawab pertanyaan itu dengan
alasan komentar sudah disampaikan oleh Johnny dan Hasto.
"Saya tidak akan memberikan komentar terhadap itu, karena sudah
diberikan komentarnya oleh Sekjen PDI-P dan Nasdem," katanya.
Menurut dia, kehadiran PAN dalam pertemuan sore itu
atas undangan yang diberikan oleh Presiden.
PAN pun merasa terhormat hadir dalam forum yang
membahas berbagai problem bangsa itu.
Kehadiran untuk memenuhi undangan Presiden pun
disampaikan secara terpisah oleh Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo.
"Bang Zul (Zulkifli Hasan) punya hubungan baik dengan
Presiden dan memenuhi undangan pertemuan itu, dan dalam pertemuan memberikan
pandangan terkait kebijakan-kebijakan menyangkut pandemi, perlindungan sosial,
dan kesehatan," ujarnya.
Mengenai urusan politiknya, termasuk apakah PAN
bergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintah, Dradjad menyerahkan kepada
Zulkifli Hasan untuk menjawabnya.
Namun, Zulkifli pun belum menegaskan bergabungnya PAN
dalam koalisi parpol pendukung pemerintah.
Pertanyaan mengenai posisi politik PAN yang dikirim wartawan melalui pesan WhatsApp kepada Zulkifli, tak dijawabnya.
Ini berbeda ketika bergabungnya PAN di partai koalisi
pada periode pertama pemerintahan Jokowi, yang bahkan diumumkan
secara resmi di Istana Merdeka.
Kedekatan Presiden dan Zulhas
Hubungan baik antara Presiden dan Zulhas, menurut Eddy, sudah
terjalin lama, bahkan sejak Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo.
Hubungan ini tak terputus, sekalipun pada Pemilu
Presiden (Pilpres) 2019 lalu Zulkifli membawa PAN mendukung kompetitor
Jokowi-Amin, yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Setelah Pilpres 2019 tuntas, komunikasi di antara
Presiden dan Zulkifli terus terjalin.
Catatan media, pasca-Kongres V PAN 2020, misalnya,
Zulkifli kerap bertemu empat mata dengan Presiden di Istana.
Antara lain, pada Maret 2020, atau satu bulan
setelah Zulkifli terpilih kembali sebagai Ketum PAN dalam kongres.
Kemudian pada akhir Juli 2020, Zulkifli kembali
menemui Presiden.
Tak sebatas itu, sekalipun posisinya berada di luar
koalisi parpol pendukung pemerintah, PAN justru menonjol dalam mendukung
kebijakan pemerintah.
Salah satunya terlihat saat pengesahan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja pada awal Oktober 2020.
Meski RUU Cipta Kerja kala itu menuai protes di banyak
daerah di Tanah Air, PAN kukuh bersama parpol koalisi pendukung pemerintah
lainnya menyetujui pengesahan RUU tersebut.
Selanjutnya, kedekatan di antara Presiden dan Zulkifli
kembali terlihat saat PAN mendukung anak Presiden, Gibran Rakabuming Raka, yang
maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Solo, Jawa Tengah, 9 Desember
2020.
PAN juga memberikan dukungan pada menantu Presiden
Jokowi, Bobby Nasution, untuk maju di Pilkada Medan, Sumatera Utara.
Zulkifli kala itu bahkan menyatakan siap menjadi
mentor politik bagi Gibran.
Dengan eratnya relasi antara Presiden dan Zulkifli
tersebut, elite di sejumlah parpol yang meminta namanya tak disebutkan
menyampaikan, PAN sebenarnya sudah akan merapat bergabung dalam koalisi
pemerintah pada Desember 2020.
Untuk itu, kursi menteri bahkan sudah disiapkan bagi
PAN menjelang pergantian menteri (reshuffle) pada Desember 2020.
Kursi menteri yang disiapkan, antara
posisiMenteri Perhubungan, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
atau salah satu dari kursi menteri koordinator.
Jalan PAN untuk masuk dalam koalisi pun dinilai bakal
mulus karena tak ada lagi sosok Amien Rais di PAN.
Seperti diketahui, saat masih di PAN, pendiri PAN itu
kerap berseberangan dengan Jokowi.
Namun, bergabungnya PAN dalam koalisi urung
terealisasi.
Kala itu, sejumlah parpol koalisi pendukung pemerintah
pun keberatan jika PAN bergabung.
PAN yang berseberangan saat Pilpres 2019 dinilai tidak
layak bergabung, apalagi memperoleh kursi menteri.
Ditambah lagi, jumlah parpol dalam koalisi sudah
mendominasi parlemen, sehingga dinilai tak perlu lagi tambahan parpol baru.
Terlepas dari hal tersebut, relasi Presiden dan
Zulkifli tetap terjalin baik.
Saat peringatan Hari Ulang Tahun Ke-23 PAN, Senin
(23/8/2021), misalnya, Presiden hadir memberikan kata sambutan.
Pidato Zulkifli pun menyatakan dukungan
PAN pada kebijakan pemerintah.
Ujungnya, dalam pertemuan Presiden dengan ketum parpol
pendukung pemerintah, petinggi PAN turut diundang.
Sikap parpol dalam koalisi yang akhir tahun lalu
terlihat keberatan dengan bergabungnya PAN, kini pun berubah.
Selain PDI-P dan Nasdem yang langsung menyambut
bergabungnya PAN, sejumlah parpol lain juga menyusul mengemukakan hal serupa.
"PAN masuk dalam koalisi itu memang sesuatu yang sudah
cukup lama jadi diskusi informal atau pembicaraan di antara parpol koalisi
pendukung pemerintah. Namun bergabung atau tidak itu menjadi hak prerogatif
Presiden. Ya, kami menyerahkan sepenuhnya ke Presiden," tutur Wakil Ketua Umum
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani.
Begitu pula jika kelak kader PAN diberikan posisi
menteri, PPP menyerahkannya ke Presiden, karena itu pun hak
prerogatif Presiden.
"Yang paling penting bagi kami, tak mengurangi jatah
yang sudah ada bagi setiap parpol koalisi di kabinet," tambahnya.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun tidak keberatan.
Menurut Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, dalam
menghadapi problem pandemi Covid-19, pemerintah membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak.
Apalagi, Presiden tentu ingin kondisi bisa pulih
menjelang berakhirnya kepemimpinan pemerintahan Jokowi-Amin pada 2024.
"Kami dari awal memang sebaiknya PAN lebih baik
bersama-sama," ujar Jazilul.
Adapun mengenai kemungkinan kader PAN masuk dalam
kabinet, ia mengatakan terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut.
Namun, kalaupun kader PAN diputuskan masuk kabinet,
itu menjadi hak prerogatif Presiden.
"Yang terpenting tolok ukurnya kemampuan kinerja
menteri yang di-reshuffle untuk menghadapi kondisi yang ada, bukan pada konteks bagi-bagi kursi dan
menyebabkan kegemukan koalisi. Kalau itu yang terjadi, justru nanti akan
menjadi masalah," tambah Wakil Ketua MPR ini.
Elektabilitas PAN
Sejak didirikan pada 23 Agustus 1998, berulang kali
PAN masuk dalam koalisi parpol pendukung pemerintah bahkan kadernya duduk di
kabinet.
Namun, pernah pula PAN berada di luar pemerintahan.
Semisal saat periode pertama Presiden Jokowi, PAN baru
masuk belakangan ke dalam pemerintahan.
Menurut Dradjad Wibowo, di mana pun posisi politik
PAN, apakah di dalam atau di luar pemerintahan, tak signifikan berdampak pada
elektabilitas PAN.
PAN dinilainya berada di tengah, di antara masyarakat
yang pro dan kontra pemerintah.
Dengan demikian, saat PAN memutuskan masuk gabung
dalam pemerintahan, memang akan ada pemilih PAN yang tak lagi memilih PAN.
Namun, bersamaan dengan itu, ada juga pemilih yang
sebelumnya tak memilih PAN, kemudian memutuskan memilih PAN.
"PAN selalu di tengah, posisi politik apa pun, ya,
begitu, antara suara yang hilang dan suara yang masuk karena PAN dukung
pemerintah, ya, imbang-imbang saja. Jadi, sebenarnya kunci untuk menggenjot
elektabilitas PAN itu ada pada pemilihan Caleg (Calon Anggota Legislatif), kerja para
Caleg, dan parpol. Ini yang harus digenjot," ujarnya.
Soliditas internal PAN juga diyakininya tak akan
tergoyahkan jika PAN memutuskan gabung ke koalisi pendukung pemerintah.
Tingginya suara keterpilihan Zulkifli di Kongres PAN
2020 menunjukkan pemegang suara di PAN, atau para pengurus PAN di pusat dan daerah, siap
dengan pilihan politik apa pun yang diambil Zulkifli.
"PAN sekarang solid," kata Dradjad.
Berseberangan dengan Jokowi
Meski demikian, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengingatkan, dalam
dua Pemilu Presiden terakhir, PAN selalu berseberangan dengan Jokowi.
Dengan kondisi ini, basis massa PAN asumsinya lebih
dekat dengan pemilih yang berseberangan dengan Jokowi.
Jadi, jika PAN memutuskan untuk bergabung dalam
koalisi pemerintahan Jokowi, berpotensi mereduksi elektabilitas PAN.
"Ini menjadi pekerjaan rumah bagi PAN karena potensi
kehilangan suaranya sangat besar," ujarnya.
Sisi positifnya, PAN berpeluang lebih besar untuk
berkontribusi pada masyarakat.
Terlebih jika ada kader PAN dipilih masuk dalam
kabinet.
Sebagai bagian dari pemerintahan, PAN bisa membuat
kebijakan atau mengakses anggaran negara untuk kepentingan publik guna meraih
simpati publik.
Selain itu, PAN otomatis mendapat sorotan media dan
publik lebih besar daripada menjadi oposisi.
Di luar persoalan elektabilitas, dengan bergabungnya
PAN dalam koalisi, artinya komposisi parpol pendukung pemerintah di DPR
bertambah, dari semula 74 persen menjadi 81 persen.
Dominannya parpol pendukung pemerintah dikhawatirkan
membuat check and balances dari parlemen kian suram.
Sisi lain yang patut diantisipasi, meskipun koalisi
parpol pemerintah menguasai parlemen, tidak ada jaminan stabilitas politik
dalam pengambilan keputusan dan pemerintahan berjalan solid hingga 2024.
Hal ini terlihat pada periode kedua Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono.
Ada parpol yang menjadi bagian dari koalisi parpol
pendukung pemerintahan SBY yang berbeda sikap dengan pemerintah dalam kasus hak
angket mafia pajak dan hak angket Bank Century.
Sebab, kecenderungannya, loyalitas parpol koalisi di
periode kedua lebih sulit dipegang dibandingkan periode pertama.
Terlebih menjelang pemilu.
Tak tertutup kemungkinan parpol memilih keluar dari
koalisi untuk memburu simpati publik yang ujungnya mengejar elektabilitas.
"Jangan sampai koalisi yang tambun justru
berpotensi meretakkan hubungan dengan partai-partai lama yang terlebih dahulu
bergabung dengan koalisi karena merasa sudah bekerja keras sejak Pemilu," tutur
Yunarto.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh ke persoalan
elektabilitas atau imbasnya ke bangunan koalisi dan demokrasi, Yunarto masih
menyangsikan apakah PAN betul bergabung ke koalisi parpol pendukung pemerintah.
Selain PAN belum secara resmi menyatakan hal itu,
PresidenJokowi pun belum memberikan pernyataan mengenai keberadaan PAN
dalam gerbong koalisi.
Dengan demikian, lanjutnya, hal ini belum bisa disebut
PAN bergabung dalam koalisi pemerintahan.
Apalagi, belum ada kader PAN yang diumumkan menjadi
menteri.
Sebab, selama ini, koalisi di Indonesia identik dengan
memberikan bagian menteri kepada parpol pendukung.
"Tidak ada satu partai pun yang mendukung tanpa
bayaran menteri. Selama ini faktanya begitu," tutur Yunarto. [qnt]