WAHANANEWS.CO, Karawang - Seorang ibu menyusui di Karawang, Jawa Barat, bernama Neni Nuraeni (37), harus mendekam di tahanan akibat kasus fidusia (jaminan untuk pinjaman) terkait kredit kendaraan bermotor.
Neni ditahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Karawang pada 22 Oktober 2025—saat keesokannya ia akan menjalani sidang pertama. Akibat penahanan itu, bayinya yang masih berusia 11 bulan mengalami sakit-sakitan karena tidak mendapat asupan ASI.
Baca Juga:
Kisah Haru Zaki, Bocah 12 Tahun yang Digugat Kakek-Nenek Gegara Rumah Warisan
Kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat, menilai penahanan ini tidak berperikemanusiaan dan mengabaikan hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014.
"Penahanan terhadap klien kami jelas melanggar hak anak. Sudah lebih dari enam hari ditahan, bayi Neni kini sakit dan demam, diare karena tidak mendapatkan ASI dari ibunya," ucap Syarif kepada melansir KumparanNews, Kamis (30/10/2025).
Sementara ini, kata Syarif, bayi tersebut kini dirawat oleh ayah kandung dibantu tetangga terdekat.
Baca Juga:
Bocah 8 Tahun Ini Hanya Bisa Menggonggong, Dibesarkan Anjing Gegara Ibunya Pecandu Narkoba
"Hak anak untuk mendapatkan ASI dan kasih sayang ibu adalah hak konstitusional yang dijamin Undang-Undang. Tapi dalam kasus ini, proses hukum justru mengorbankan kesehatan seorang bayi. Ini pelanggaran serius hak anak," tegasnya.
Ia heran mengapa hakim yang memutuskan penahanan ini tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Sekilas Kasus
Kasus berawal saat suami Neni, Denny Darmawan (34), mengajukan kredit mobil second di sebuah perusahaan jasa keuangan pada tahun 2023.
Pengajuan kredit akhirnya memakai nama Neni sebagai pihak yang disetujui karena sang suami terkendala BI Checking dan statusnya sebagai buruh lepas.
Angsuran hanya berjalan enam kali. Setelah itu, suami Neni mengalihkan mobil kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Neni. Kendaraan tersebut kemudian dikabarkan hilang dan sempat terbakar saat digunakan pihak lain.
Pihak perusahaan pun lantas melaporkan kasus ini ke Polres Karawang atas dasar pelanggaran UU Fidusia dan penggelapan.
Neni awalnya hanya diperiksa sebagai saksi. Namun, pada akhir 2024 penyidik kemudian menaikkan statusnya menjadi tersangka, meskipun yang menguasai mobil adalah suaminya.
Kuasa hukum (kanan), Syarif Hidayat dan suami terdakwa, Denny Darmawan. Foto: kumparan
"Meski saat itu Neni berstatus tersangka, polisi dan kejaksaan tidak melakukan penahanan dengan alasan Neni masih memiliki bayi yang membutuhkan ASI," ucap Syarif.
Kemudian pada 22 Oktober 2025, saat perkara masuk ke PN Karawang, situasi berubah. Hakim memerintahkan penahanan terhadap Neni sekitar pukul 18.00 WIB.
Ketika itu Neni dijemput di rumahnya dan langsung dibawa ke Rutan Lapas Karawang.
Keesokannya sidang pertama pun digelar. Kuasa hukum mengajukan permohonan pengalihan penahanan agar Neni tidak dipisahkan dari bayinya. Namun hingga hari keenam, permohonan belum dikabulkan.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum menjerat Neni dengan Pasal 36 UU Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 dan Pasal 372 KUHP (penggelapan). Namun, kuasa hukum menilai penerapan dua pasal ini keliru.
"Fidusia adalah lex specialis, tidak boleh dicampurkan dengan pasal umum KUHP. Ini cacat formil dan dari awal kami melihat ada penerapan pasal yang tidak tepat," kata Syarif.
Hakim Kabulkan Pengalihan Tahanan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang mengabulkan permohonan pengalihan penahanan yang diajukan Neni Nuraeni. Penetapan pengalihan penahanan itu diputus hakim saat Neni menjalani sidang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi di PN Karawang pada Kamis (30/10). Adapun penetapan dikabulkannya permohonan pengalihan penahanan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Nely Andriani.
Hakim mempertimbangkan adanya surat permohonan dari pihak keluarga Neni pada 23 Oktober 2025. Neni meminta penahanannya dialihkan dari rutan menjadi tahanan rumah.
Hakim pun kemudian mengabulkan permohonan tersebut. Untuk pelaporan diri terdakwa, mekanismenya adalah dengan cara terdakwa menghadiri secara langsung persidangan di Pengadilan Negeri Karawang.
Pengalihan status penahanan Neni pun dikabulkan per 30 Oktober 2025. Mendengar putusan tersebut, Neni pun langsung bersujud syukur. Air matanya pecah.
Suami Menyesal
Denny Darmawan, suami dari terdakwa Neni Nuraeni, mengaku menyesal telah berbuat ceroboh hingga istrinya harus merasakan dinginnya jeruji tahanan.
"Saya menyesal. Betul-betul menyesal," ungkap Denny, Kamis (30/10). Atas kebodohannya, ia mengakui bersalah karena gagal melindungi istrinya dari jerat hukum.
"Iya. Saya menyesal dengan apa yang saya lakukan. Sehingga berdampak terhadap istri saya," kata dia.
Selama istrinya ditahan, tiga anaknya di rumah mengaku kerap bertanya keberadaan ibunya. Di momen itu lah ia merasa bersalah.
"Anak-anak sering bertanya, 'Bunda ke mana, tapi saya sampaikan bunda lagi bekerja'. Kalau bisa mah saya juga mau menggantikan (terdakwa)," paparnya.
KPAI Beri Tanggapan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus ini. Komisioner KPAI Diyah Puspitarini menegaskan kondisi tersebut termasuk situasi darurat anak, sehingga seharusnya ada izin bagi ibu untuk tetap mendampingi bayinya.
“Duh, ini termasuk anak dalam situasi darurat,” ujar Diyah saat dihubungi kumparan, Kamis (30/10).
Ia menjelaskan hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak.
“Sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2021, seharusnya ada diizinkan untuk bersama dengan ibunya sampai pengasuhan maksimal 2 tahun,” pungkasnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]