WahanaNews.co | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan, tak ada kasus kekerasan seksual yang boleh diselesaikan atau berakhir secara damai.
Menurutnya, proses penyelesaian secara damai bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, yakni UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga:
Tersangka Razman Nasution Jalani Tes Kesehatan & Sidik Jari di Bareskrim
Pernyataan ini merespons kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh 6 orang terduga pelaku kepada anak berusia 15 tahun di Kabupaten Brebes.
Proses damai dilakukan melalui media di rumah kepala desa, sebelum akhirnya Polres Brebes menangkap 6 orang tersebut.
"Tidak ada kasus kekerasan seksual yang boleh diselesaikan secara damai dan tidak diproses secara hukum karena jelas bertentangan dengan Undang-Undang," kata Menteri PPPA dalam siaran pers, Jumat (20/1/2023).
Baca Juga:
Jaksa Penuntut Umum Kejari Bireuen Tangani Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak
Bintang mengatakan, awalnya Kementerian PPPA sangat prihatin terhadap proses penyelesaian kasus ini yang berakhir damai setelah proses mediasi oleh LSM.
Surat damai yang dihasilkan dari mediasi tersebut berisi perjanjian bahwa korban tidak akan melapor kepada polisi.
Sebagai imbalan, korban mendapat sejumlah uang dari enam terduga pelaku.
Namun, korban tidak menerima utuh dari jumlah dana yang telah disepakati.
“Proses damai yang terjadi dalam kasus kekerasan seksual menciderai rasa keadilan korban. Untuk itu, kami memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian dan pihak-pihak terkait yang sudah menangkap terduga pelaku untuk bisa diproses secara hukum,” ucap Bintang.
Adapun mengacu pada UU TPKS Pasal 23, tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Pada Pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 7 UU TPKS menegaskan, persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa.
Oleh karena itu, mengacu pada UU tersebut, damai bukanlah jalur yang dikehendaki oleh Kementerian PPPA.
“Berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS, polisi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Polisi,” kata Bintang, melansir Kompas.com.
Ia juga menegaskan, walaupun ada 5 pelakunya yang berusia anak, proses penanganan hukumnya harus tetap berjalan dengan mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Sementara itu, terhadap satu pelaku berusia dewasa, dapat diancam pidana sesuai pasal 81 Ayat (1), (3) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
“UU SPPA sudah mengatur dengan tegas dan jelas proses penanganan anak yang berkonflik dengan hukum serta sanksi yang dapat diberikan baik berupa pidana maupun tindakan,” kata Menteri PPPA.
Setelah mendapat laporan kasus di Brebes, pihaknya segera berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan agar kasusnya segera ditangani oleh polisi.
Baca juga: Polisi Periksa 4 Saksi Kasus Pemerkosaan Gadis 15 Tahun di Brebes, Termasuk Orangtua Korban
Pihak-pihak tersebut antara lain Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah; dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kabupaten Brebes.
Dinas sudah melakukan advokasi kepada keluarga korban, namun tetap menolak untuk melaporkan ke polisi, karena menganggap sudah selesai dengan kesepakatan damai.
Bintang berjanji akan terus memantau proses penanganan kasus ini.
"Khusus untuk penanganan anak korban, kami akan memastikan pelaksanaan perlindungan khusus anak bersama dengan Pemda dengan melakukan pendampingan pemulihan psikis dan pemenuhan hak korban lainnya," kata Bintang.
Bagi masyarakat yang mendengar, melihat, atau mengetahui adanya kekerasan, segera laporkan ke hotline layanan pengaduan Kementerian PPPA, yaitu Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) melalui call center 021-129, atau WhatsApp 08111-129-129. [rna]