WahanaNews.co, Jakarta - Beberapa ahli politik berpendapat bahwa kepergian Maruarar Sirait atau Ara dapat mempengaruhi popularitas PDI Perjuangan.
Suara PDIP juga mungkin terancam di Bali, daerah yang selama ini dianggap sebagai basis dukungan yang kuat.
Baca Juga:
Mustikaningrat Tampil Memukau, Visi Ekonomi Sumedang Sugih Jadi Sorotan Debat Pilkada
I Nyoman Subanda, seorang pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, menduga adanya konflik di dalam lingkaran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Konflik tersebut diduga menjadi penyebab retaknya hubungan antara Jokowi dan PDIP, serta keputusan Ara untuk meninggalkan partai.
"Puncak kekecewaannya bukan sekarang saja. Saya kira sudah dari dahulu itu. Nggak jadi menteri dan ada beberapa hal juga," kata Subanda, mengutip detikBali, Kamis (17/1/2024).
Baca Juga:
Sengaja Dihapus, Foto Rano Karno Bersama Terduga Kasus Judi Online Lenyap dari Instagram
Subanda menyatakan bahwa pertikaian internal tersebut telah menyebabkan penurunan dukungan terhadap PDIP, termasuk di Bali.
Oleh karena itu, menurutnya, mencapai target PDIP Bali untuk meraih suara di atas 90 persen dalam mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pulau Dewata menjadi suatu hal yang sangat sulit dicapai.
"Kekecewaan orang Bali dan tokoh-tokoh di Bali terhadap PDIP itu yang menyebabkan (elektabilitas PDIP di Bali) merosot. Termasuk pengikutnya Jokowi dan pendukungnya Gibran (di Bali) banyak," pungkasnya.
Ketua DPD PDIP Bali Wayan Koster enggan berkomentar terkait hengkangnya Ara dari PDIP. Menurutnya, hal itu merupakan ranah DPP PDIP. Namun, Koster masih optimistis pasangan Ganjar-Mahfud akan menang di Bali.
"(Soal hengkangnya Ara Sirait) jangan tanya saya. Tanya DPP (PDIP). (Kader PDIP di Bali) tetap solid," kata Koster singkat.
Elektabilitas Ganjar
Sementara itu, pengamat politik Universitas Udayana (Unud) Efatha Filomeno Borromeu menyebut ada kemungkinan para simpatisan dan kader PDIP memilih capres-cawapres lain. Menurutnya, hal itu menunjukkan fenomena overton window (jendela overton).
"Saya kira ada fenomena overton window. Jadi, elektabilitas itu mempengaruhi tubuh suatu partai untuk bertanding (dalam pemilu). Mungkin mereka bertanding dengan baju merah, tapi pilihan presidennya berbeda," kata Efatha, Rabu.
Efatha berpendapat bahwa Ara memiliki pengaruh yang signifikan dalam dunia politik. Kepergiannya dari PDIP, menurutnya, berpotensi memicu langkah serupa dari elit politik lainnya, yang dapat memengaruhi pilihan pendukung PDIP.
Dalam konteks politik, Efatha menjelaskan bahwa fenomena ini dikenal sebagai efek bandwagon, yaitu kecenderungan untuk ikut-ikutan mendukung sesuatu yang sedang menjadi tren.
Efatha menyatakan bahwa keputusan Ara untuk keluar, ditambah dengan ketiadaan figur Joko Widodo (Jokowi), dapat mengubah persepsi calon anggota legislatif (caleg) PDIP saat memilih calon presiden pada 14 Februari mendatang.
Dia menambahkan, "(Efek bandwagon) akan sangat diperhitungkan, karena dapat mempengaruhi elektabilitas para caleg juga."
Selain faktor yang terkait dengan Ara, Efatha mengidentifikasi aspek lain yang berpotensi menurunkan popularitas PDIP di berbagai daerah, termasuk Bali.
Salah satunya adalah kurangnya eksposisi media sosial terhadap capres nomor urut 03, Ganjar Pranowo, dibandingkan dengan figur Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
"Misalnya, Anies menguasai Twitter (X). Sedangkan, Prabowo menguasai TikTok. Banyak stasiun televisi juga mendukung pasangan calon lain. Sehingga, PDIP tentu tidak punya banyak platform," tuturnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]