WahanaNews.co | Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen
Linjamsos) Kementerian Sosial, Pepen Nazaruddin, pada Senin
(21/12/2020) dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan, Pepen dipanggil sebagai
saksi dalam kasus suap yang menjerat eks Mensos, Juliari
Peter Batubara.
Baca Juga:
Ini Sekolah Rakyat akan Dibuka di Sumut Tahun 2025
"Penyidik menggali keterangan
saksi terkait tahapan dan proses dilakukannya penunjukan langsung para vendor
atau kontraktor, yang menyalurkan bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun
2020," kata Ali saat dikonfirmasi awak media, Selasa (22/12/2020).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan, pihaknya tengah mendalami
siapa saja yang menjadi vendor-vendor bansos Covid-19.
Dalam hal ini, KPK ingin memastikan, apakah paket bansos yang disalurkan oleh para vendor itu sudah
laik.
Baca Juga:
Menteri PU Tegaskan Komitmen Dukung Infrastruktur Sekolah Rakyat
"Artinya itu, dia punya usaha untuk pengadaan sembako atau tiba-tiba perusahaan
yang baru didirikan kemudian dapat pekerjaan itu. Dia hanya ingin mendapatkan fee, itu kan harus didalami," ucap pria yang akrab disapa Alex ini di
Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/12/2020) lalu.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan
lima orang tersangka.
Sebagai pihak terduga penerima, yakni
Juliari serta dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, Matheus
Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Sebagai pihak terduga pemberi, Ardian
I M dan Harry Sidabuke, yang merupakan pihak swasta.
Dalam OTT kasus dugaan suap program
bansos Covid-19, KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 14,5 miliar dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing.
Uang itu disimpan di dalam tujuh
koper, tiga tas ransel, dan amplop kecil.
Kasus ini berawal dari adanya
pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di
Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020, dengan nilai Rp 5,9
triliun.
Kemudian, ada 272
kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari Batubara menunjuk Matheus dan
Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan proyek
tersebut.
Mereka menunjuk langsung para pihak
yang menjadi rekanan.
"Dan diduga disepakati ditetapkan
adanya fee dari tiap-tiap paket
pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui
MJS (Matheus). Untuk fee tiap paket
bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp 10 ribu
per paket sembako, dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos," jelas
Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers yang disiarkan
akun YouTube KPK, Minggu (6/12/2020).
Pada Mei hingga November 2020, Matheus
dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan.
Di antaranya Ardian, Harry, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), yang diduga milik Matheus.
Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu
rekanan juga diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Selain itu, Juliari juga diduga
menerima suap sebesar Rp 17 miliar.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako
periode pertama, Juliari diduga menerima uang sebesar Rp 8,2
miliar. Sedangkan periode kedua, Juliari diduga menerima uang Rp 8,8
miliar. [qnt]