WahanaNews.co, Jakarta - Pemilihan umum, atau pemilu, adalah puncak demokrasi di mana warga negara memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat mereka. Keberhasilan proses demokrasi tidak hanya terletak pada hasil akhir, namun juga pada bagaimana pemilu itu sendiri dijalankan.
Pemilu yang damai adalah kunci keberhasilan dengan memastikan stabilitas dan keberlanjutan demokrasi. Sebab pemilu damai merupakan pilar utama dalam menjaga kesehatan demokrasi suatu negara.
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labura Pimpin Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Pemilihan umum yang aman, transparan, dan bebas dari konflik adalah indikator kuat dari kematangan politik dan sosial masyarakat. Mencapai hal tersebut, Sekjen Relawan Prabowo (REPRO), Arya Sadhana, mengatakan, "Semua pihak bertanggung jawab untuk menciptakan suasana pemilu yang riang gembira karena pemilu adalah sebuah pesta demokrasi yang patut dirayakan."
Hal ini sangat penting, terlebih untuk pemilih muda dalam kategori Milenial dan Generasi Z. Sebab mereka adalah generasi penerus yang memainkan peran penting bukan hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa depan bangsa.
"Kami REPRO yang telah tersebar di 24 provinsi melihat, keberhasilan pembangunan Indonesia di masa depan adalah buah dari keputusan yang dibuat oleh milenial dan Generasi Z saat ini," ujar Arya, "terutama dalam hal memilih pemimpin melalui pemilu."
Baca Juga:
Beri Pembekalan 1252 Calon Wisudawan Praja IPDN, Tito Karnavian Sebut Praja Garda Terdepan Indonesia Emas
"Karena itu," sambung Arya yang juga mantan aktivis Reformasi 1998 itu, "gerakan moral Pemilu Damai Pemilih Pandai atau #PDPP lahir dari rahim demokrasi Indonesia." Menurutnya, gerakan moral ini mengajak para pemilih, terutama para pemilih muda, untuk menciptakan pemilu yang damai dengan cara menjadi pemilih pandai.
Salah satu hal yang patut dihindari saat pemilu berlangsung adalah penyebaran berita bohong atau hoaks yang dapat menjadi ancaman serius terhadap integritas proses tersebut. Hoaks, yang dapat menyebar cepat melalui media sosial, "Dapat merusak citra calon, memengaruhi persepsi pemilih, menciptakan ketegangan sosial dan politik, dan bahkan menggoyahkan dasar demokrasi itu sendiri," tutur pria berkacamata itu. "Parahnya lagi, pertumbuhan hoaks ini cukup pesat."
Merujuk pada catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, terdapat 10 hoaks yang berkaitan dengan pemilu sepanjang 2022. Namun sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023, jumlah itu melonjak menjadi 91 isu hoaks pemilu. Itu berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu.