WahanaNews.co | Banyak dari kita yang ketakutan, bahkan benci ketika mendengar kata ular cobra. Wajar memang, lantaran kobra berada di antara kelompok ular yang memiliki racun paling mematikan di dunia.
Cobra adalah sebutan yang umum yang merujuk pada sekelompok ular Elapidae yang sebagian besar berasal dari genus Naja.
Baca Juga:
Alprih Priyono Dipatuk King Kobra, Simak Pertolongan Pertama Digigit Ular
Satu-satunya cobra yang bukan bagian dari keluarga genus Naja yaitu king cobra (Ophiophagus hannah). Ular ini merupakan satu-satunya spesies genus Ophiophagus.
Dari sekian banyak ular dengan embel-embel "cobra", terdapat 10 spesies yang sangat berbisa dengan nilai LD50 atau lethal dose (dosis mematikan) 50 persen.
LD50 mewakili dosis racun cobra yang diperlukan untuk merenggut nyawa 50 persen anggota populasi yang diuji.
Baca Juga:
Tewas Dipatuk King Kobra, Ini Pesan Terakhir Alprih Eks Asisten Panji Petualang
Semakin kecil angka LD50 yang ditemukan pada seekor ular cobra, itu menandakan racun ular tersebut semakin kuat.
Berikut ini 10 spesies ular cobra yang paling beracun di dunia.
1. Equatorial spitting cobra (0,6 mg per kg)
Equatorial spitting cobra atau cobra penyembur khatulistiwa ditemukan di negara Thailand, Filipina, Brunei, Indonesia, dan Singapura.
Ular dengan nama ilmiah Naja sumatrana ini juga disebut kobra hitam, kobra sumatra, kobra melayu, atau kobra khatulistiwa.
Habitat ular ini adalah hutan primer dan sekunder yang terletak pada ketinggian hingga 1.493 meter di atas permukaan laut.
Beberapa equatorial spitting cobra juga hidup di dekat pemukiman manusia. Makanan utama ular itu sebagian besar hewan pengerat, serta ular lain, mamalia kecil, dan kadal.
Ketika terancam, cobra ini akan meludahkan racun atau menggigit. Racun itu terdiri dari campuran neurotoksin, sitotoksin, dan kardiotoksin yang dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani.
2. Cobra bermata satu atau monocled cobra (0,47 mg per kg)
Kobra penyembur India (Naja kaouthia), disebut bermata satu karena bagian tudungnya memiliki pola lingkaran seperti mata tunggal.
Ular ini tersebar di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Mampu beradaptasi dengan habitat yang luas, monocled cobra adalah ular terestrial yang memakan mamalia kecil, ular, amfibi, dan reptil.
Monocled cobra akan bersiap menyerang untuk membela diri ketika terancam. Bisa ular itu sangat beracun dan merupakan campuran kompleks dari neurotoksin, kardiotoksin, dan mikotoksin.
3. Cobra tanjung (0,37 mg per kg)
Cobra tanjung (Naja nivea) adalah cobra endemik di Afrika bagian selatan, di mana binatang itu hidup di berbagai habitat seperti sabana, padang semak, gurun, dan daerah semi-gurun.
Ular berwarna kuning ini memiliki basis mangsa yang luas dan berburu pada siang hari.
Racun yang berbahaya, ditambah dengan kebiasaannya mengunjungi rumah-rumah manusia menjadikan cobra tanjung atau cape cobra sebagai salah satu ular paling ditakuti di Afrika.
Komponen neurotoksin dan sitotoksin pada racun cobra tanjung, disertai gigitan yang kuat dapat menyebabkan kematian tanpa penanganan yang tepat.
4. Cobra India (0,29 mg per kg)
Cobra India (Naja naja) adalah satu dari empat spesies ular yang bertanggung jawab atas sebagian besar gigitan ular pada manusia di India.
Terlepas dari reputasinya yang buruk, cobra India sangat dihormati umat Hindu dan dipuja selama festival Hindu Nag Panchami.
Ular itu ditemukan di hutan lebat dan terbuka, medan berbatu, lahan basah, ladang tanaman, dan bahkan pemukiman manusia.
Gigitan cobra India menghasilkan racun yang kuat terdiri dari komponen neurotoksin dan sitotoksin, yang mampu melumpuhkan otot dan memicu kematian.
5. Cobra China (0,28 mg per kg)
Cobra China (Naja atra) atau juga disebut kobra Taiwan adalah Elapidae berbisa yang hidup di China selatan. Banyak kasus gigitan ular ini tercatat di China dan negara tetangga.
Binatang ini mendiami padang rumput, hutan bakau, hutan, dan semak belukar. Tak jarang, cobra tersebut juga ditemukan di dataran rendah hingga di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.
Sumber makanan ular ini mencakup hewan pengerat, amfibi, reptil yang lebih kecil, dan burung.
Jika berhadapan dengan cobra China, ular ini bisa menjadi sangat agresif dan siap menyerang.
Neurotoksin dan sitotoksin adalah dua komponen utama dari bisa ular cobra China. Gigitan yang kuat dapat menyuntikkan racun dalam jumlah memadai untuk menyebabkan kematian pada manusia dewasa.
6. Indochinese spitting cobra (0,25 mg per kg)
Cobra penyembur Indochina (Naja siamensis) adalah spesies cobra berbisa yang ditemukan di Asia Tenggara termasuk Laos, Vietnam, Kamboja, dan Thailand. Habitat ular ini termasuk hutan, perbukitan, dan dataran rendah.
Cobra penyembur Indochina menunjukkan perilaku yang sangat bervariasi dalam sehari.
Di siang hari, ular ini cenderung takut dan segera mencari perlindungan jika terancam. Namun pada malam hari, kemungkinan besar ular itu akan menyerang.
Spitting cobra akan meludahkan racun pada korbannya, dilanjutkan dengan gigitan jika ular itu terus diancam.
Racun cobra ini adalah kombinasi dari neurotoksin dan sitotoksin yang kuat.
Kematian dapat terjadi pada manusia dewasa yang tidak segera diobati setelah gigitan akibat kelumpuhan otot dan sesak napas.
7. Cobra hutan (0,225 mg per kg)
Cobra hutan (Naja melanoleuca) adalah Elapidae yang hidup di Afrika, terutama di bagian barat dan tengah.
Terlepas dari namanya, cobra hutan dapat menghuni berbagai lingkungan termasuk sabana lembap, hutan dataran rendah, serta wilayah yang kering.
Makanan cobra hutan bervariasi, mulai dari serangga, mamalia kecil, hingga reptil.
Gigitan cobra ini bersifat mengancam jiwa karena mengandung neurotoksin dalam volume yang signifikan. Kematian akibat racun ular tersebut dapat terjadi dalam waktu 30 hingga 120 menit.
8. Cobra samar (0,21 mg per kg)
Cobra samar (Naja samarensis) adalah spesies cobra yang berasal dari pulau Mindanao dan Visayas di Filipina. Habitat spesies ini berkisar dari dataran tropis hingga hutan pegunungan.
Makanan utama cobra samar adalah hewan pengerat. Sesekali ular itu juga memakan reptil dan katak.
Racun neurotoksin dan sitotoksin cobra samar dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan pernapasan.
Saat terancam, ular ini dapat menyemprotkan racun ke target yang dihadapinya. Jika racun masuk ke mata dan tidak segera dikeluarkan, maka bisa terjadi kebutaan permanen.
9. Cobra Filipina (0,14 mg per kg)
Cobra Filipina berasal dari wilayah utara Filipina.
Termasuk dalam kategori cobra yang penyembur (spitting) untuk mengeluarkan racun, ular ini tinggal di berbagai habitat termasuk dataran rendah, padang rumput, hutan lebat, ladang tanaman, dan juga pemukiman manusia.
Kendati demikian, cobra Filipina lebih senang tinggal di dekat sumber air. Makanan utama binatang ini adalah hewan pengerat kecil dan katak.
Racun cobra Filipina adalah neurotoksin postsinaptik yang murni dan kuat, dapat memicu kematian akibat kegagalan pernapasan.
Ular ini bisa meludahkan racunnya hingga jarak 2,98 meter.
10. Cobra Kaspia (0,10 mg per kg)
Cobra Kaspia (Naja oxiana) adalah spesies cobra paling berbisa di dunia dan terdapat di Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, Kirgistan, dan sebagian Iran, Pakistan, Afghanistan, dan India.
Habitat alami cobra Kaspia adalah kaki pegunungan berbatu dan semi kering di ketinggian hingga 3.000 meter di atas permukaan laut.
Ular ini adalah perenang dan pemanjat yang handal. Mamalia kecil, burung, dan amfibi adalah mangsa Elapidae berbisa tersebut.
Tergolong spesies yang agresif dan memiliki temperamen buruk, cobra Kaspia akan melebarkan tudungnya, bergoyang dan mendesis serta menyerang berulang kali jika terancam.
Racun cobra Kaspia dapat memicu neurotoksisitas parah, nyeri, dan pembengkakan. Kematian terjadi jika tidak diobati.
Di Asia Tengah, cobra Kaspia bertanggung jawab atas sejumlah besar kematian terkait gigitan ular. [qnt]