WAHANANEWS.CO, Jakarta - Etos Indonesia Institute mengungkap dugaan manipulasi laporan keuangan di PT Pupuk Indonesia yang berpotensi merugikan negara hingga Rp8,3 triliun.
Kejaksaan Agung didesak segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan perusahaan terkait skandal ini.
Baca Juga:
Pupuk Indonesia Gelar Demplot di Timor Leste Dukung Ketahanan Pangan Kawasan ASEAN
Jika terbukti, kasus ini akan menambah daftar panjang korupsi di BUMN.
"Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berbasis data yang telah kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jampidsus, untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia," tegas Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah, Senin (17/3/2024).
Ia mengapresiasi langkah Kejagung dalam membongkar kasus-kasus besar, seperti skandal PT Timah dengan dugaan kerugian negara Rp300 triliun dan kasus PT Pertamina Patra Niaga.
Baca Juga:
HUT Pupuk Indonesia ke-12, Tanam 8.000 Bibit Pohon di 7 Lokasi
Namun, menurutnya, dugaan korupsi di PT Pupuk Indonesia juga harus segera diusut karena menyangkut kepentingan rakyat dan berpotensi mengganggu program swasembada pangan Presiden Prabowo.
Berdasarkan audit independen, ditemukan selisih laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun.
Kondisi ini diperparah dengan temuan rekening senilai hampir Rp7,98 triliun yang tidak dicantumkan dalam neraca perusahaan.
Angka tersebut terdiri dari kas terbatas Rp707,87 miliar dan deposito berjangka Rp7,27 triliun.
Sementara itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) membantah tuduhan manipulasi laporan keuangan yang menyebabkan potensi kerugian negara.
Sekretaris Perusahaan Wijaya Laksana menegaskan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, diaudit oleh kantor akuntan publik independen, dan ditinjau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pemberitaan mengenai dugaan manipulasi laporan keuangan tidak sesuai dengan fakta. Kami berkomitmen pada transparansi dan tata kelola yang baik, dengan laporan yang diaudit oleh auditor independen serta direview oleh BPK sebagai bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat," ujar Wijaya, melansir Antara, Senin (17/3/2025).
Menanggapi tuduhan pencairan deposito Rp15,932 triliun yang tidak dilaporkan, Wijaya menyatakan bahwa perubahan saldo deposito telah dicatat secara transparan dalam laporan keuangan.
Penurunan saldo, menurutnya, disebabkan oleh faktor seperti jatuh tempo deposito, kas dengan pembatasan penggunaan, serta pencairan lain yang sesuai prinsip akuntansi.
Di tengah polemik ini, Direksi PT Pupuk Indonesia bertemu dengan pimpinan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Pertemuan tersebut bertujuan membahas strategi pencegahan korupsi dalam distribusi pupuk bersubsidi.
Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa menegaskan bahwa diskusi ini berfokus pada peningkatan tata kelola dan koordinasi antarlembaga guna meminimalisir risiko korupsi.
Namun, Iskandarsyah justru mengkritik langkah PT Pupuk Indonesia yang menemui KPK dan Kejaksaan Agung di tengah maraknya dugaan korupsi.
Menurutnya, hal itu hanyalah upaya pencitraan.
"Buat apa membuat klarifikasi ke KPK dan Kejagung jika sudah jelas ada dugaan penyelewengan? Ini hanya dagelan publik. Setelah merampok uang negara, mereka berusaha tampil seperti malaikat," kecamnya.
Ia menantang PT Pupuk Indonesia untuk membuka data secara transparan dan berdebat langsung dengan pihaknya, yang mengaku memiliki bukti dugaan penyelewengan Rp8,3 triliun.
"Kalau mau klarifikasi, ayo adu data langsung! Wong kita yang punya datanya!" tukasnya.
Karena itu, Iskandarsyah mendesak Presiden Prabowo agar segera memerintahkan Jaksa Agung untuk mengusut kasus ini.
Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada perlindungan terhadap pejabat perusahaan yang terlibat, meskipun memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan.
"Ini uang negara, uang rakyat, bukan uang nenek moyang mereka!" ujarnya dengan nada geram.
Meski demikian, Iskandarsyah tetap menyatakan dukungannya terhadap pemerintahan Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi.
"Kami masih optimistis mendukung Pak Prabowo, Jaksa Agung, dan Kapolri dalam penegakan hukum. Rakyat sudah terlalu sering dikecewakan. Jangan sampai kemarahan rakyat meledak karena kejahatan ini," tegasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]