Kemudian, lanjutnya, dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang mendistribusikan dan atau
mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, harus
didudukan kembali sesuai tujuan pembentukannya.
Tujuan pengaturan Pasal 27 ayat (1) UU ITE adalah mencegah
penyebaran konten melanggar kesusilaan di ranah publik digital. Untuk itu,
mutlak pasal tersebut harus merujuk pada ketentuan dalam Pasal 282 ayat (2)
KUHP tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan,
gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, serta
merujuk pula pada ketentuan UU Pornografi.
Baca Juga:
Marullah Matali Bantah Keras Tuduhan Penyalahgunaan Wewenang
"Batasan untuk dapat dijerat pasal ini bahwa konteks tersebut
harus benar-benar ditujukan kepada publik, harus juga telah diketahui oleh
pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan. Pembuatan konten atau pun
korespondensi pribadi sama sekali tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1).
Hal ini harus dipahami oleh aparat penegak hukum dan menjadi catatan mendasar
bagi revisi UU ITE ke depannya," katanya.
Maidina menekankan, aparat penegak hukum harus kritis, paham
ketentuan hukum, dan mendasarkan tindakannya pada penghormatan hak korban.
Orang yang diduga mirip dalam video tersebut harus dinilai sebagai korban, yang
mengalami kerugian atas peristiwa ini.
"Maka terhadapnya harus ada upaya perlindungan. Yang pertama
bisa dilakukan kepolisian adalah dengan memastikan konten tersebut mencegah
penyebarannya dari semua ranah digital," tutup Maidina. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.