WahanaNews.co | Dalam
diskusi bertajuk 'Nanti Kita Cerita tentang Demokrat Hari Ini' yang disimak di
kanal YouTube MNC Trijaya, Minggu (7/3/2021), Andi membahas komunikasi seorang
Presiden dengan orang-orang di lingkarannya.
Baca Juga:
Pemerintah Provinsi Laksanakan PIN untuk Tangani KLB Polio di Sulawesi Tenggara
Konteks yang dibahas Andi adalah antara Presiden Jokowi
dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Seperti diketahui, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum
(Ketum) dalam KLB Demokrat yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara
(Sumut). Moeldoko pun menerima keputusan KLB tersebut.
"Bagi saya, masa sih orang macam dalam lingkaran dalam
Presiden, tiap hari ketemu Presiden, kira-kira mau jadi ketum partai, kira-kira
ngomong dulu nggak? Masa kita nggak minta izin sih, masa nggak ngomong
sih," ujar Andi.
Baca Juga:
Kesiapsiagaan Tinggi Dinkes Tulungagung Hadapi Lonjakan Kasus DBD
Kekhawatiran kemudian muncul di benak Andi. Mantan Menteri
Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu khawatir pemerintahan Presiden Jokowi justru
membiarkan 'orang-orangnya' mengintervensi partai lain.
"Dan kalau betul itu dilakukan dan kemudian tidak ada
(pencegahan), dan dibiarkan, saya khawatir ini memang pemerintahan Jokowi
membiarkan kejadian-kejadian semacam ini, membiarkan terjadinya intervensi dari
orang yang sedang berkuasa. Jabatan Pak Moeldoko itu Kepala Staf Presiden, itu
jabatan politik. Lalu melakukan gerakan-gerakan politik," ujar Andi.
"Nah, ini karena jabatannya, yang punya bos atasan atau
karena dirinya sendiri, bagaimana membedakan itu? Kita menunggu sebenarnya apa
yang ingin dikatakan oleh Pak Jokowi. Kita sudah kirim surat, kok. Tapi sampai
sekarang tidak ada jawaban," sambungnya.
"Kan dari awal sudah saya bilang jangan pernah bermimpi
dan menyeret-nyeret Jokowi dalam urusan remeh temeh seperti ini. Kalau Anda
ngerti tentang politik, maka dari awal itu konsolidasi internalnya dari awal
harus mantap," tegas Ngabalin saat dihubungi, Minggu (7/3).
Sindiran kemudian terlontar dari mulut Ngabalin. Mantan
anggota DPR RI periode 2004-2009 itu meminta agar elite-elite Partai Demokrat
tidak mengumbar pemikiran yang menandakan kepanikan.
"Jangan dikait-kaitkan dengan pemerintah, dengan
negara, dengan Jokowi, dengan Istana. Sudah, tutuplah pikiran-pikiran yang
hambar, pikiran-pikiran yang panik, pikiran yang mengait-ngaitkan orang lain.
Dari awal saya bilang," ucap Ngabalin.
"Jadi kalau orang ada buat KLB masa pemerintah harus
turun tangan mengurus masalah internal. Ya internal orang-orang partai,
orang-orang internal. Kenapa mesti dikait-kaitkan Presiden Joko Widodo,
menyeret-nyeret," imbuh dia.
Andi Mallarangeng mengelak menyeret-nyeret nama Presiden
Jokowi ke konflik Partai Demokrat. Justru, menurut Andi, dia hanya
mempertanyakan apakah Presiden Jokowi diberitahu Moeldoko terkait KLB Demokrat.
"Saya nggak nyeret-nyeret Pak Jokowi, saya hanya
mempertanyakan, benar nggak itu, Pak Jokowi tahu nggak bahwa Pak Moeldoko
melakukan gerakan-gerakan politik untuk mengambil alih kepemimpinan di Partai
Demokrat. Saya mempertanyakan, apakah Pak Moeldoko minta izin nggak dia,"
sebut Andi, kepada wartawan, Minggu (7/3).
Andi memang pernah menjabat sebagai juru bicara (jubir)
Presiden. Ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presidennya. Cerita
pengalamannya menjadi jubir Presiden.
"Dulu saya jadi jubir di Istana. Mau pulang kampung
pergi tengok mertua aja minta izin saya sama Presiden. Minta 1-2 hari off,
misalnya mertua lagi sakit, 'Pak mohon izin mau tengok mertua di Yogya, mungkin
1-2 hari', kan begitu. Minta izin mau ke mana, alasannya saja kita kasih tahu,
'Pak, ini mau minta izin'," cerita Andi.
"Waktu saya jadi menteri saya juga mau jadi ketua umum
partai. Saya dulu Menpora, lalu kemudian ketika saya mau maju mencalonkan diri,
2010, sebagai calon ketua umum Partai Demokrat kan saya minta izin kepada bapak
Presiden, 'Bapak Presiden saya mohon izin saya akan mencalonkan diri sebagai
calon ketua umum Partai Demokrat dalam kongres itu karena itu...', terus (minta
izin) Pak Wapres, 'silakan', kan begitu, diberi izin untuk itu," imbuhnya.
Klaim Andi, dia hanya ingin tabayun (meminta penjelasan).
Sebab, ada kader PD yang mengaku mendengar pernyataan Moeldoko terkait restu
'Pak Lurah' dalam gelaran KLB Demokrat.
"Saya tidak menyeret-nyeret (Jokowi). Kan sama juga
nada itu waktu ketua umum AHY mempertanyakan, mengirim surat kepada Pak Jokowi,
kan bertanya. Namanya tabayun, orang, benar nggak kata-kata Pak Moeldoko itu
waktu ketika bertemu para kader-kader kita, katanya telah didukung oleh Pak
Lurah, itu kata Moeldoko, bukan kata saya. Ini dari kesaksian kader-kader kita.
Pak Moeldoko itu kan bilang bahwa ini Moeldoko, tapi dia pakai lencana pejabat
tinggi negara, ingat kan waktu pernyataan persnya pertama kali itu (konferensi pers
Moeldoko merespons tuduhan terlihat gerakan pengambilalihan kepemimpinan
Demokrat)," papar Andi. [dhn]