WahanaNews.co | Pro dan kontra mengiringi keputusan Menhan Prabowo Subianto lantaran menyematkan pangkat Letnan Kolonel Tituler kepada mentalis sekaligus presenter, Deddy Corbuzier.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai penyematan pangkat Tituler kepada Deddy terkesan mudah dan murah.
Baca Juga:
KPI Minta Televisi Selektif Pilih Tema Program dari Konten Viral
Menurutnya penyematan Letnan Kolonel Tituler itu justru sebagai penugasan, bukan bentuk penghargaan. Sebab nantinya akan ada konsekuensi khusus yang melekat pada pangkat itu.
"Ini kesannya kok pangkat Tituler jadi murah dan mudah diberikan. Apalagi pangkat tersebut bukanlah bentuk penghargaan melainkan penugasan. Ada konsekuensi yang melekat pada pangkat itu," ujar Fahmi saat dihubungi, Selasa (13/12).
Sesuai bunyi penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI, yang dimaksud dengan pangkat Tituler adalah Pangkat yang diberikan kepada Warga Negara yang sepadan dengan jabatan keprajuritan yang dipangkunya, serendah-rendahnya Letnan Dua.
Baca Juga:
Ini Jumlah Gaji Pangkat Letkol Tituler Deddy Corbuzier
Nantinya, setelah yang bersangkutan tidak lagi memangku jabatan keprajuritan, maka pangkat yang bersifat Tituler itu akan dicabut.
”Pangkat Tituler memang diatur. Tapi bukan berarti dapat diberikan dengan mudah," ucap Fahmi.
Fahmi lantas mencontohkan penghargaan tituler yang diterima oleh sejumlah tokoh karena keberhasilan mereka dalam menjalankan tugas. Sebut saja nama Idris Sardi, seorang komponis besar Indonesia yang mendapat pangkat Tituler.
Menurut Fahmi, pangkat itu diperoleh Idris terkait dengan tugasnya memimpin dan membina Korps Musik TNI. Pangkat diberikan karena dia harus memimpin dan mengendalikan sejumlah prajurit.
Begitu pula pangkat Brigadir Jenderal Tituler yang diberikan pada Sejarawan UI, Profesor Nugroho Notosusanto. Nugroho mendapat tugas memimpin Pusat Sejarah TNI dalam menyusun sejarah nasional Indonesia merdeka. Hingga akhirnya menjadi Rektor UI serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Jadi, hak dan kewenangan disesuaikan dengan pangkat yang diberikan. Ketika bertugas, hukum militer juga melekat. Setelah tugas yang diemban selesai, pangkat Titulernya diakhiri dan status sipil pulih sepenuhnya," beber dia.
Fahmi menganggap penting adanya kejelasan yang diberikan soal hal apa yang mendasari pemerintah menyematkan pangkat Tituler tersebut kepada Deddy.
"Ini harus jelas. Pangkat Tituler bukan hal main-main atau bisa diberikan suka-suka. Kalau tidak, mengapa menteri atau pejabat kementerian pertahanan yang berasal dari sipil dan non ASN seperti para staf khusus menteri tidak mendapat pangkat tituler?" kata Fahmi.
"Apakah tidak cukup dengan status sebagai pegawai pemerintah non pegawai negeri sipil atau sebagai profesional yang dipekerjakan oleh pemerintah misalnya?" pungkasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pemberian pangkat Letnan Kolonel Tituler kepada Deddy Corbuzier didasarkan atas kemampuannya dalam komunikasi di media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan kebangsaan.
“Deddy diberikan kepangkatan itu dengan pertimbangan kemampuan khusus yang dibutuhkan TNI, yakni kapasitas komunikasi di sosial media, kemampuan, dan ‘performance’ DC tersebut akan membantu TNI untuk menyebarkan pesan-pesan kebangsaan dan sosialisasi tugas-tugas TNI dalam rangka menjaga pertahanan RI,” kata Dahnil saat dihubungi kumparan, Sabtu (10/12).
Penyematan pangkat itu, menurut Dahnil membuat Deddy secara langsung akan terikat dengan aturan militer, termasuk hak pilihnya dalam pemilu.
“Deddy akan terikat dengan aturan militer, termasuk kehilangan hak pilih selama dia bertugas,” kata Dahnil. [rna]