WahanaNews.co | Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu menanggapi kader-kader Partai Demokrat yang menyoroti demonstrasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi.
Menurut Adian, sebaiknya para kader Demokrat belajar matematika dan sejarah terlebih dahulu sebelum berbicara soal demonstrasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
Baca Juga:
Kasus Suap Hasbi Hasan, KPK Periksa Petinggi Demokrat
“Saya menyarankan agar kader Demokrat untuk bisa belajar matematika dan belajar sejarah, sehingga jika membandingkan maka perbandingan itu logis, tidak antilogika dan ahistoris,” ujar Adian kepada wartawan, Rabu (7/9/2022).
Perbandingan yang dimaksud Adian, yakni kenaikan harga BBM pada era Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden dan era Presiden Joko Widodo. Di era SBY, kata Adian, total kenaikan harga BBM jenis Premium Rp 4.690.
“Sementara di era Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp 3.500. Jadi, SBY menaikan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi,” ungkap anggota DPR ini.
Baca Juga:
Daftar Lengkap 580 Anggota DPR Terpilih 2024-2029 Bakal Ikuti Pelantikan Hari Ini
Di era SBY, Adian mengungkap upah minimum, seperti di DKI Jakarta Rp 2.200.000 untuk tahun 2013. Dengan harga BBM sebesar 6.500 per liter, maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter per bulan. Di era Jokowi sekarang, harga BBM Rp 10.000, tetapi upah minimum Rp 4.641.000 per bulan.
“Dengan demikian, maka di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM. Jadi, ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter,” tuturnya.
Adian mengatakan di era SBY masih ada mafia terorganisasi dan massif, yaitu Petral yang embrionya sudah ada sejak awal Orde Baru. Dia mengatakan Petral dibubarkan tahun 2015, hanya 6 bulan setelah Jokowi dilantik.
Tak hanya itu, Adia nmenambahkan pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi di era SBY hanya mampu membangun 193 kilometer jalan tol.
Di era Jokowi jalan tol yang dibangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY yaitu 1.900 kilometer.
“Kalau mau dihitung lebih detail lagi dari jalan tol, jalan nasional non-tol, jalan provinsi, jalan kabupaten hingga jalan desa sepanjang 304.490 kilometer maka setiap detik Jokowi membangun tidak kurang dari 1,5 meter jalan kali lebar yang berbeda beda,” katanya.
“Dari perbandingan perbandingan angka angka tersebut, maka era SBY tentunya merupakan era kesedihan bagi semua orang kecuali mereka yang berkuasa saat itu,” imbuhnya.
Sebelumnya, Partai Demokrat menyindir elite-elite PDIP soal kenaikan harga BBM bersubsidi.
Partai Demokrat membebaskan para kadernya dari pusat hingga daerah untuk aksi penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tidak perlu menangis seperti sandiwara elite-elite PDIP saat menolak kenaikan BBM di era SBY menjadi Presiden.
“Kader tak perlu menangis dalam menyampaikan argumentasi penolakan kenaikan BBM ini sebagaimana aksi sandiwara elite-elite partai PDIP pada saat merespon kenaikan BBM di masa pemerintahan SBY yang lalu yang ternyata saat ini ketika berkuasa bisa memahami kenaikan BBM padahal tak ada situasi yang benar-benar mendesak jika pemerintah benar-benar peduli dengan rakyatnya,” ujar Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani kepada wartawan, Selasa (6/9/2022). [rin]