WahanaNews.co | Dalam kebudayaan Batak, marga menjadi sebuah
identitas yang digunakan sebagai pengingat hak dan kewajiban seseorang dalam
suatu adat.
Solusi agar marga maupun
garis keturunan tetap terjaga dan tidak terputus, yaitu melalui pernikahan.
Baca Juga:
Julia Hutabarat, Pahlawan Guru Perempuan Batak Toba Pertama yang Bergelar Sarjana
Pernikahan dalam suku
Batak bukan sekadar mengikat seorang laki-laki dengan perempuan, namun turut
menyatukan sistem kekerabatan marga dari kedua belah pihak.
Idealnya, pernikahan adat Batak dilakukan oleh dua orang yang
juga berasal dari suku Batak.
Namun, jika suku Batak menikah dengan suku lain, maka sesuai
adat yang berlaku harus dilaksanakan tradisi Mangain, yang
berarti pemberian marga untuk tetap mempertahankan silsilah Batak.
Baca Juga:
100 Tahun Sitor Situmorang: Napak Tilas Sang Penyair Melalui Panggung Opera Batak
Agar lebih jelas, berikut lima fakta Mangain sebagai tradisi pemberian marga dalam suku Batak.
1. Tradisi Pemberian Marga pada Pasangan dari Suku
Berbeda
Pada sistem pernikahan Batak, terdapat tradisi pemberian marga
kepada seseorang yang bukan keturunan suku Batak jika ingin menikah dengan
keturunan asli Batak. Tradisi
ini disebut dengan Mangain.
Proses Mangain
dilakukan dengan cara mengangkat seseorang yang bukan keturunan Batak (suku
lain) sebagai anak angkat dari keluarga keturunan Batak yang telah ditunjuk.
Setelah diangkat dan diberi marga, ia akan dianggap sebagai
bagian dari keturunan sah dan berhak menyandang salah satu marga Batak.
2. Ideologi Orangtua Zaman Dulu: Menantu Non-Batak
adalah Orang Asing
Kebanyakan orangtua pasti lebih menginginkan menantu yang
berasal dari suku yang sama karena diyakini lebih paham dengan kebiasaan, tata
krama, tradisi dan sebagainya.
Namun,
seiring perubahan zaman, pernikahan antar-suku sudah tidak dapat terelakkan, salah satunya
suku Batak.
Merantau adalah salah satu alasan berkembangnya pernikahan antar-suku,
bahkan antar-bangsa,
yang menjadi penyebab fenomena pernikahan campuran.
Karena menyadari hal tersebut, para tokoh adat maupun
cendekiawan Batak mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini
dengan menerapkan adat Mangain.
Sehingga,
telah diputuskan bahwa Mangain adalah
jawaban atas masalah pernikahan campuran bagi orang Batak.
3. Diambil dari Kerabat Dekat
Dalam tradisi Mangain,
apabila calon pengantin dari suku lain adalah laki-laki, disebut dengan Mangain Anak.
Sebaliknya, jika calon pengantin dari suku lain adalah
perempuan, disebut Mangain Boru.
Pada Mangain Anak, biasanya marga diambil dari marga boru (pihak keluarga dari saudara
perempuan ayah).
Sementara dalam Mangain Boru, marga diambil dari pihak hula-hula (saudara laki-laki ibu).
Hal ini harus dilakukan dalam pernikahan adat Batak agar tidak
melanggar aturan dan larangan menikah antar-marga.
4. Perbedaan Mangain Anak dan Mangain Boru
Pemberian marga untuk perempuan yang bukan suku Batak tidak akan
berdampak kepada hak waris dari keturunannya, karena suku Batak menganut
patrilineal (garis keturunan berasal dari pihak lelaki).
Pemberian marga pada perempuan utamanya dilakukan untuk
melancarkan proses adat dalam pernikahan.
Namun, berbeda halnya dengan lelaki. Lelaki yang diberi marga
dirasa memiliki kejanggalan, karena bagaimanapun lelaki Batak merupakan penerus marga dari nenek moyangnya,
di mana proses Mangain tidak akan
bisa menggantikan peran dan menjadikan lelaki tersebut sebagai raja dalam
keluarga Batak.
Hal ini akan menimbulkan dampak yang berbeda pada perkembangan
keluarga terkait dengan marga yang dimilikinya.
5. Demi Menjaga Budaya Turun Temurun
Mangain
bukan sekadar memberikan marga kepada seseorang, tetapi melalui tradisi ini,
seseorang dari suku lain yang tidak mengetahui adat istiadat Batak akan lebih mudah dalam memahami dan menghargai
budaya turun temurun suku Batak.
Sehingga,
dalam pelaksanaannya, makna dari tradisi ini dapat diterima oleh kedua belah
pihak dengan baik.
Beragam budaya dan tradisi asli Indonesia, fakta tentang Mangain yang berkepentingan untuk pemberian marga suku
Batak sangat menarik.
Semoga bacaan di atas menambah wawasan akan tradisi budaya di
Indonesia" [qnt]