WahanaNews.co | Strawberry generation dikenal sebagai istilah yang menggambarkan karakter atau mentalitas generasi muda yang "lembek" seperti buah stroberi.
Rupanya, hal tersebut dapat terbentuk akibat pola asuh orangtua.
Baca Juga:
Efek Psikologis Anak yang Dibesarkan Tanpa Sosok Ibu
Istilah tersebut cenderung bermakna negatif, lantaran mereka yang digolongkan sebagai generasi stroberi dikatakan egois dan tidak bertanggung jawab.
Di samping itu, mereka juga mudah mengeluh, mudah menyerah, tersinggung dan memiliki ekspektasi berlebihan terhadap sesuatu.
Karakter yang seperti itu tentu membuat anak menjadi kehilangan daya juang jika berada di kehidupan nyata di luar lingkungan keluarga.
Baca Juga:
Cegah Radikalisme, Pemkab Sigi Berikan Beasiswa untuk Sekolah Agama di Yaman
Sebetulnya, ada sejumlah faktor yang membuat mentalitas anak menjadi generasi stroberi.
Melansir The Asian Parent, faktor tersebut berasal dari lingkungan terdekat anak, yaitu kebiasaan atau pola asuh yang dilakukan oleh orangtua, berikut ulasan selengkapnya.
1. Selalu menuruti permintaan yang anak inginkan
Kebiasaan memanjakan anak secara berlebihan dapat membentuk mentalitasnya menjadi generasi stroberi yang malas berjuang.
Pola asuh yang seperti ini dapat membuat anak tidak mudah bersyukur dan tidak mau berusaha keras, karena semua permintaan yang mereka inginkan dapat terpenuhi dengan mudah.
Lambat laun, pola tersebut dapat dibawanya hingga anak tumbuh dewasa.
2. Kebiasaan menebus waktu kebersamaan dengan uang atau hadiah
Tak ada yang lebih penting daripada menyempatkan waktu untuk bermain bersama anak-anak.
Apabila orangtua selalu sibuk dengan urusan pekerjaannya, namun selalu memberikan uang atau membelikan hadiah pada anak sebagai "kompensasi" maka itu bisa berdampak buruk bagi perkembangan mentalnya.
Dalam hal ini, tidak ada hal yang benar-benar dapat menggantikan quality time antara orangtua dan anak.
Ketika waktu berkualitas terlalu sering digantikan dengan uang atau pemberian lainnya, maka hal tersebut dapat menciptakan gagasan bahwa uang atau hadiah adalah sebuah "penebusan".
Baca juga: Strict Parents, Pola Asuh Orangtua yang Menuntut Anak
Pola asuh orangtuaParenting for Brains Pola asuh orangtua
3. Tidak pernah menghukum anak
Orangtua harus kritis terhadap tindakan anak mereka. Pasalnya, orangtua adalah "sekolah" pertama dan "guru" pertama.
Jika anak tidak pernah dihukum atas kesalahannya, maka kebiasaan tersebut dapat membentuk karakternya yang merasa "sempurna" alias tidak pernah salah.
Itu merupakan tindakan yang keliru.
Sesekali menghukum anak atas kesalahannya itu diperlukan agar anak dapat belajar dari kesalahan tersebut.
Menghukum anak juga dapat membentuk karakter tanggung jawab terhadap kesalahan yang dilakukannya agar tidak terulang kembali.
Meski demikian, menghukum anak dengan kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan.
Sebagai orangtua, bersikaplah kritis, bila perlu kendalikan perilaku anak ketika menunjukkan tanda-tanda menyimpang dari perilaku yang tidak sesuai norma.
4. Siap sedia membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya
Mungkin ini merupakan salah satu peranan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak.
Tetapi di balik itu, kebiasaan tersebut justru dapat berdampak buruk bagi tumbuh kembang si kecil.
Anak bisa kehilangan "daya berjuang" untuk mendapatkan sesuatu karena selalu dibantu oleh orangtuanya.
Sebagai orangtua, kita dapat mendorongnya untuk menjadi pribadi yang mandiri, namun bukan berarti membiarkan mereka menghadapi kesulitan yang di luar batas kemampuannya.
5. Terlalu dimanja
Hal ini masih ada kaitannya dengan kebiasaan memanjakan anak secara berlebihan.
Kebiasaan tersebut dapat membentuk ekspektasi yang tidak realistis untuk anak ketika mereka tumbuh dewasa.
Pasalnya, strawberry generation cenderung terlalu berharap diperlakukan dengan cara tertentu.
Ketika itu tidak didapatkannya, mereka juga sangat mudah menyerah atau bahkan berbuat ulah.
Maka dari itu, hindari kebiasaan memperlakukan anak bak "pangeran dan puteri kerajaan" di lingkungan keluarga. [rin]