Selama menjajah Malaysia, Inggris mengintegrasikan semua administrasi yang sebelumnya dikuasai Penguasa Melayu.
Tindakan demikian menyebabkan ketidakpuasan di kalangan penduduk setempat. Beberapa memberontak, tetapi Inggris dengan mudah menumpas mereka.
Baca Juga:
Kasus Komoditas Timah, Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp300 Triliun
Kemudian pada 1920-1930, pemberontakan kembali muncul atas nama nasionalisme.
Pendudukan Jepang
Saat masyarakat ingin mengakhiri kolonialisasi, warga Malaka terkejut dengan kedatangan Jepang pada 1941. Negeri Sakura ini menduduki Malaya hingga 1945. Mereka lalu menarik diri imbas pengeboman Hiroshima dan Nagasaki.
Baca Juga:
Perusahaan Pengadaan Kapal Kalah Digugat, Kejati DKI Pulihkan Keuangan Negara Rp53 Miliar
Pengunduran diri Jepang memberi ruang kepada Partai Komunis Malaya (PKM) untuk menguasai Malaysia. PKM melancarkan serangan dan membunuh tiga manajer pertanian karet Eropa di Sungai Siput.
Lalu pada Juni 1948, Gubernur yang ditunjuk Inggris untuk Uni Malaya, Edward Gent, mengumumkan keadaan darurat atas Malaya.
Beberapa tahun kemudian kaum nasionalis membentuk Partai Aliansi. Tindakan ini membuka mata Inggris untuk mengizinkan warga Melayu memerintah negaranya sendiri.