Skenario kedua, RCP8.5, adalah skenario di mana emisi terus meningkat selama 80 tahun ke depan. Para peneliti menemukan bahwa di bawah skenario RCP4.5, 36% dari kondisi permukaan laut yang ada sepanjang abad kedua puluh diperkirakan akan lenyap pada tahun 2100.
Persentase ini naik menjadi 95% di bawah skenario emisi tinggi. Para peneliti juga menemukan bahwa, sementara iklim permukaan laut menunjukkan perubahan minimal selama abad kedua puluh, hingga 82% permukaan laut mungkin mengalami iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah ketika menginjak tahun 2100.
Baca Juga:
Potensi Pendapatan Negara dari Ekspor Pasir Laut Capai Rp2,5 Triliun: Analisis Awal dan Tantangan Regulasi
Tidak Layak Huni
Laut yang lebih panas, lebih asam, dan memiliki lebih sedikit mineral, tidak layak huni bagi kehidupan laut untuk berkembang. Menurut penulis utama penelitian Katie Lotterhos dari Pusat Ilmu Kelautan University of Northeastern, perubahan komposisi laut sebagai akibat dari polusi karbon kemungkinan akan mempengaruhi semua spesies permukaan laut.
Baca Juga:
Pakar Ungkap Gegera Sampah Plastik Cemari Laut RI, Negara Rugi Rp225 Triliun per Tahun
Sementara spesies permukaan telah mampu bermigrasi untuk melarikan diri dari daerah hangat atau asam yang tidak normal di lautan di masa lalu, penelitian ini menunjukkan bahwa pemanasan dan pengasaman yang hampir seragam membuat kondisi lingkungan yang membatasi pilihan mereka bermigrasi.
"Banyak hewan laut telah mengubah jangkauan mereka sebagai akibat dari air yang lebih hangat. Dalam beberapa dekade mendatang, komunitas spesies yang ditemukan di satu wilayah akan terus bergerak dan berubah dengan cepat," kata Lotterhos.
Dia menyatakan bahwa pemerintah harus mengawasi perubahan perilaku spesies permukaan laut di masa depan. Namun, pada akhirnya, emisi yang menyebabkan pemanasan global dan pengasaman harus dihentikan.