Dan karena negara biasanya memesan jutaan uang kertas untuk diangkut dalam kontainer, mereka harus membayar biaya pengiriman yang besar. Dalam kasus Gambia, para pejabat mengatakan biaya pengiriman mencapai tagihan sebesar £70.000 (Rp1,3 miliar).
Permintaan yang tinggi
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Meski terdengar aneh, para analis mengatakan bahwa negara-negara Afrika yang mencetak banyak mata uang mereka di luar negeri bukanlah hal yang aneh.
Banyak negara di dunia melakukannya.
Misalnya, Finlandia dan Denmark melakukan alih daya untuk menghasilkan uang, seperti yang dilakukan ratusan bank sentral di seluruh dunia. Hanya segelintir negara, seperti AS dan India, yang memproduksi mata uang mereka sendiri.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Mma Amara Ekeruche dari Pusat Penelitian Ekonomi Afrika mengatakan kepada DW bahwa ketika mata uang suatu negara tidak dalam permintaan tinggi — dan tidak digunakan secara global seperti dolar AS atau pound Inggris — tidak masuk akal secara finansial untuk mencetaknya di dalam negeri karena tingginya biaya yang terlibat.
Mesin cetak uang biasanya menghasilkan jutaan uang kertas sekaligus.
Negara-negara dengan populasi yang lebih kecil, seperti Gambia akan memiliki lebih banyak uang daripada yang mereka butuhkan jika mereka mencetak sendiri.