WahanaNews.co | Sikap anak yang kurang empati
terkadang bisa memantik kecurigaan apakah seorang anak terindikasi menjadi
psikopat.
Meskipun
konsep ini masih tabu, namun pikiran tentang kemungkinan anak psikopat mungkin
tidak hanya dialami satu-dua orangtua saja.
Baca Juga:
Tetap Berteman dengan Mantan? Awas, Bisa Jadi Tanda Psikopat!
Kabar
baiknya, sikap anak yang terlihat semena-mena bukan berarti mereka adalah
psikopat.
Asal kata
psikopat adalah psychopathy, yaitu
"psych" yang berarti jiwa serta "pathy" yang berarti penyakit.
Istilah
ini pertama kali digagas oleh psikiater asal Jerman bernama J.L.A. Koch pada
abad ke-19.
Baca Juga:
Ternyata Tanda-tanda Seorang Psikopat Bisa Dikenali Sejak Usia Dini
Istilah
psikopat digunakan untuk menjelaskan kumpulan karakter dan perilaku yang tidak
berperasaan, tidak peduli, serta penuh tipu daya.
Dalam
istilah dunia psikologi modern, ini disebut juga dengan Antisocial Personality Disorder.
Istilah
ini kerap disamakan dengan perilaku pembunuh yang muncul di film layar lebar.
Padahal,
psikopat bukanlah pembunuh. Bahkan, mereka bisa menjadi pebisnis sukses dan
pemimpin.
Ketika
ada dugaan karakter psikopat anak kecil, umumnya diagnosis yang muncul adalah
gangguan perilaku dan emosi serius atau conduct
disorder.
Artinya,
ada pola yang terus menerus muncul hingga melanggar hak orang lain.
Tak
hanya itu, karakter lainnya adalah mengabaikan aturan sosial yang paling dasar
sekalipun.
Tanda-tanda
Anak Psikopat
Studi
dari University of Michigan pada tahun 2016 menyebutkan bahwa tanda-tanda awal
psikopat anak kecil terlihat di usia 2-4 tahun.
Anak
seusia ini sudah bisa menunjukkan perbedaan empati dan kata hati nurani.
Dalam
studi yang melibatkan orangtua, guru, serta pengasuh, perilaku yang bisa
menjadi tanda awal sifat ini adalah:
- Anak tidak merasa bersalah setelah berperilaku buruk;
- Hukuman tidak mengubah perilaku anak;
- Anak egois;
- Anak tidak mau berbagi sama sekali;
- Anak mulai berbohong;
- Anak bersikap licik.
Gejala
di atas bisa ditemukan pada anak berusia 2-4 tahun.
Ketika
tim peneliti melakukan studi lanjutan saat mereka berusia 9 tahun, perilakunya
juga cenderung lebih bermasalah.
Lebih
jauh lagi, beberapa peneliti juga menyebut bahwa perilaku psikopat ini akan
terus ada sepanjang hidup.
Artinya,
anak yang menunjukkan sifat-sifat di atas juga akan memilikinya ketika tumbuh
dewasa kelak.
Utamanya,
saat anak berada di fase remaja. Keinginan untuk merasakan sensasi serta
bersikap impulsif paling tinggi di usia ini.
Bukan
tidak mungkin, hal ini dapat berpengaruh terhadap perkembangan mereka.
Penyebab
Anak Jadi Psikopat
Banyak
sekali perdebatan seputar psikopat ini, apakah bawaan lahir atau faktor
lingkungan saat bertumbuh.
Rupanya,
kondisi ini merupakan konsekuensi dari hubungan kompleks antara genetik,
dinamika keluarga, hingga pengalaman hidup.
Beberapa
faktor yang bisa menyebabkan kondisi ini terjadi seperti:
1.
Lingkungan Tidak Kondusif
Paparan
lingkungan terdekat yang tidak kondusif bisa menjadi pemicu utama anak memiliki
ciri-ciri perilaku psychopathic.
Terlebih,
anak adalah peniru ulung yang bisa merekam apa yang terjadi di sekitarnya
dengan cepat. Itulah mengapa masalah ini bisa terdeteksi sejak usianya
masih 2 tahun.
Contohnya, orangtua yang memiliki masalah
mental atau ketergantungan pada zat tertentu juga termasuk dalam faktor ini.
2.
Kekerasan
Anak
yang kerap mengalami kekerasan atau penganiayaan secara fisik juga rentan
memiliki karakter psikopat.
Selain
itu, lingkaran keluarga yang tidak utuh karena orangtua menelantarkan sejak
kecil juga turut mengambil peran.
3.
Perubahan Terus Menerus
Anak
yang mengalami perubahan signifikan terus menerus di masa kecilnya juga bisa
menjadi pemicu munculnya karakter psychopathic.
Contohnya
pengasuh yang terus menerus berganti, orangtua yang jarang berinteraksi
langsung, hingga anak asuh yang berpindah panti atau orangtua angkat cukup
sering.
4. Reaksi
Otak
Beberapa
studi juga menemukan bahwa anak yang tampak tidak merasakan emosi dari orang sekitarnya
memiliki respons otak berbeda.
Artinya,
otak bereaksi berbeda terhadap rasa takut, kesedihan, serta stimulasi negatif
lainnya.
Tak
hanya itu, anak-anak yang memiliki kondisi ini juga kesulitan memahami emosi
yang dirasakan orang lain.
5. Tekanan
Sekitar
Anak
yang kerap mengalami perundungan atau disudutkan oleh teman-teman sebayanya
juga bisa tumbuh menjadi sosok yang tidak peka.
Semakin
sering mengalami hal ini, rasa empati semakin hilang. Pada akhirnya, ia bisa
menjadi sosok yang tidak berperasaan.
Mendeteksi
Anak Psikopat
Hingga
kini belum ada tes yang bisa mengindikasikan seorang anak merupakan psikopat.
Namun,
psikolog biasanya menerapkan beberapa penilaian untuk membantu mengukur gejala
dari anak-anak.
Salah
satunya menggunakan instrumen Youth
Psychopathic Traits Inventory atau YPI.
Dalam
tes ini, remaja diberi pertanyaan tentang dirinya sendiri untuk mengukur
karakternya.
Lebih
jauh lagi, tes ini bisa menilai beberapa gejala seperti:
- Tidak jujur;
- Delusi;
- Manipulasi;
- Kejam;
- Tidak merasakan emosi;
- Tidak menunjukkan penyesalan;
- Sikap impulsif dan meledak-ledak;
- Mendekati hal yang berisiko;
- Tidak bertanggung jawab;
- Bergabung dalam kelompok untuk melakukan tindakan kriminal.
Perlu
diingat bahwa anak-anak yang menunjukkan ciri psikopat bukan tipe anak yang
gemar melanggar hukum.
Justru
sebaliknya, mereka kerap dijadikan sosok pemimpin yang bisa memberikan pengaruh
signifikan kepada anggota kelompok sehingga meniru perilakunya.
Anak
dengan kondisi semacam ini perlu penanganan khusus.
Metoda
penerapan disiplin biasa tak akan efektif karena mereka tidak peduli apabila
orang lain merasa kecewa dengan pilihannya.
Salah
satu metode yang bisa memberikan dampak positif pada anak dengan ciri psikopat
adalah memberikan intervensi.
Dengan
demikian, anak bisa belajar perilaku sosial, empati, memecahkan masalah, hingga
pengenalan emosi.
Penanganan
semacam ini akan fokus untuk meningkatkan kemampuan anak mengatasi rasa marah
dan frustrasi mereka. [qnt]