WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ada satu kalimat sederhana yang sering terdengar di keseharian kita: “Aku nggak punya pilihan lain.” Sepintas terdengar wajar, namun di baliknya tersembunyi potensi kehancuran moral. 							
						
							
							
								Kalimat itu menjadi benang merah yang diangkat sutradara kenamaan Korea Selatan, Park Chan-wook, dalam film terbarunya berjudul No Other Choice. 							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Warner Bros Resmi Garap Mortal Kombat III, Sekuel Brutal Siap Lanjutkan Cerita
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Melalui film ini, Park menyoroti bagaimana kalimat pembenaran tersebut bisa berubah menjadi dasar bagi tindakan paling gelap manusia.							
						
							
							
								Film No Other Choice, yang resmi tayang di bioskop Indonesia pada 1 Oktober 2025, diadaptasi dari novel The Ax karya Donald E. Westlake. 							
						
							
							
								Sebelumnya, novel ini sempat difilmkan di Prancis, namun versi Park Chan-wook tampil lebih berani, lebih suram, dan sarat kritik sosial yang tajam khas sang sutradara.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Amanda Manopo Kembali ke Layar Lebar, Angkat Isu Gaya Hidup Konsumtif Lewat Film ‘CAPER’
									
									
										
									
								
							
							
								Kisah Tragis di Tengah Dunia Kerja yang Kejam							
						
							
							
								Cerita berpusat pada You Man-soo (Lee Byung-hun), seorang pegawai senior di perusahaan kertas yang mendadak dipecat setelah 25 tahun mengabdi. 							
						
							
							
								Hidupnya awalnya tampak sempurna: ia memiliki istri penyayang, Lee Miri (Son Ye-jin), serta dua anak yang mencintainya. 							
						
							
								
							
							
								Namun, kehidupannya hancur ketika dewan direksi asal Amerika Serikat memutuskan melakukan pemangkasan besar-besaran.							
						
							
							
								Ketika Man-soo mencoba memprotes keputusan itu, satu kalimat dingin yang ia dengar membuatnya terhenti: “Nggak ada pilihan lain.” Kalimat itu menghantam harga dirinya. 							
						
							
							
								Merasa terinjak dan tidak berdaya, Man-soo terobsesi ingin mendapatkan kembali posisinya.							
						
							
								
							
							
								Namun alih-alih mencari cara yang sehat, ia justru memilih jalan gila menyingkirkan para pesaingnya satu per satu dengan tangannya sendiri. 							
						
							
							
								Setiap kali melakukannya, ia kembali membenarkan diri dengan ucapan yang sama: “Aku nggak punya pilihan lain.”							
						
							
							
								Lebih dari Sekadar Thriller							
						
							
								
							
							
								Film ini bukan sekadar kisah pembunuhan berdarah dingin. Park Chan-wook memadukan thriller psikologis dengan kritik tajam terhadap sistem sosial modern. 							
						
							
							
								Ia menunjukkan bagaimana kalimat “nggak ada pilihan lain” sering dipakai sebagai tameng oleh dua sisi dunia: para eksekutif yang memecat demi efisiensi, dan orang kecil yang membalas dengan kekerasan.							
						
							
							
								Pesannya jelas: selalu ada pilihan lain bahkan ketika dunia tampak tak memberi ruang.							
						
							
								
							
							
								Yang menarik, Park juga menautkan tema krisis moral manusia dengan relasi mereka terhadap alam. 							
						
							
							
								Industri kertas yang menjadi latar film ini bukan sekadar setting, tetapi simbol eksploitasi. 							
						
							
							
								Di balik setiap lembar kertas ada pohon yang ditebang. 							
						
							
								
							
							
								Man-soo, dengan hobinya merawat bonsai, menjadi metafora manusia yang ingin mengontrol alam dan menata kesempurnaan semu, tapi justru mematikan kehidupan itu sendiri.							
						
							
							
								Gaya Sinematik Khas Park Chan-wook							
						
							
							
								Meski mengangkat tema berat, film ini tidak pernah terasa kaku. Park menyelipkan komedi gelap di tengah tragedi, menciptakan momen absurd sekaligus menegangkan.							
						
							
								
							
							
								Salah satu adegan paling mencolok adalah perebutan pistol antara Lee Byung-hun, Lee Sung-min, dan Yeom Hye-ran adegan yang kacau namun disusun secara teatrikal dan penuh gaya.							
						
							
							
								Ada pula adegan jasad manusia digulung menyerupai bola, yang terasa absurd tapi menggambarkan brutalnya perjuangan kelas bawah di dunia yang tak adil. 							
						
							
							
								Ironis, tragis, sekaligus lucu dalam cara yang hanya Park Chan-wook bisa lakukan.							
						
							
								
							
							
								Momen paling berkesan terjadi saat Man-soo berdiri di tepi tebing. 							
						
							
							
								Kamera menampilkan dua sisi wajahnya dalam split screen, menegaskan perpecahan batin antara pekerja patuh dan pembunuh yang haus pembenaran. 							
						
							
							
								Setiap transisi dan pergerakan kamera terasa penuh makna visual dan emosional.							
						
							
								
							
							
								Refleksi Moral yang Menggetarkan							
						
							
							
								Akhir film menutup kisah dengan ironi pahit: manusia sering kali rela kehilangan kemanusiaannya demi materi. 							
						
							
							
								Park Chan-wook mengajak penonton menatap cermin seberapa sering kita bersembunyi di balik alasan “nggak ada pilihan lain” untuk membenarkan pilihan salah?							
						
							
								
							
							
								No Other Choice adalah salah satu film terbaik tahun 2025 sejauh ini. 							
						
							
							
								Sebuah karya yang memadukan seni, moralitas, dan kritik sosial dengan cara yang memikat.							
						
							
							
								Park Chan-wook nggak cuma membuat thriller, tapi menelanjangi nurani manusia modern.							
						
							
								
							
							
								[Redaktur: Ajat Sudrajat]