WahanaNews.co | Banyaknya sistem keuangan berbasis digital, belakangan ini khususnya umat Islam banyak yang mempertanyakan terkait halal atau haram mengenai uang digital atau cryptocurrency. Hal itu di respon oleh lembaga independen, yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI).
MUI memberikan fatwa haram kepada cryptocurrency. Akan tetapi, cryptocurrency justru menjadi primadona dan masih banyak digunakan sebagai alat transaksi.
Baca Juga:
Transformasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Bappebti Dorong Transaksi Multilateral
Belakangan dunia investasi semakin ramai dengan kemunculan Non Fungible Token (NFT). NFT merupakan aset digital dengan basis teknologi blockchain yang belakangan ini sedang populer di dunia kripto.
Beberapa selebriti juga memilih cryptocurrency sebagai mahar pernikahan. Ada Lala Karmela yang dipinang Chris Hartland dengan mahar bitcoin.
Cupi Cupita dipinang oleh Bintang Bagus dengan mahar 19 gram logam mulia dan kripto discas senilai Rp 199 juta.
Baca Juga:
Kejati Jawa Tengah Tahan Pegawai Bank BUMN Terkait Kasus Pembelian Kripto
Gus Miftah dalam Kata Ustaz kali ini membahas soal cryptocurrency yang makin jadi primadona meski ada fatwa haram MUI.
Berikut penjelasan lengkap Gus Miftah:
Jadi begini, teknologi itu hadir untuk menjawab tantangan zaman. Dalam hal ini dikatakan Islam itu tidak ada ketinggalan zaman, tapi menjaga dan merawat zaman. Artinya kalau ada bahasa ketinggalan, bukan Islamnya, tapi orang Islamnya.
Muslim bisa ketinggalan soal peradaban, tapi Islamnya nggak mungkin ketinggalan karena Islam itu menjaga zaman, Islam merawat zaman.
Teknologi itu hadir untuk menjawab tantangan zaman. Saya pikir gini, mata uang digital untuk menjawab kesenjangan. Kesenjangan nilai tukar mata uang antarnegara saat ini yang sangat tidak adil. Sama-sama kertasnya, coba kita lihat antara dolar dengan rupiah kan senjang banget. Poundsterling dengan rupiah, jauh banget. Dolar Singapura dengan dolar Amerika sedikitlah.
Nilai mata tukar uang sebuah negara itu kan sangat rendah dibanding dengan negara lain, contoh Indonesia dengan Amerika. Saya pikir lahirnya cryptocurrency itu, sebagai mata uang tunggal yang dapat digunakan di seluruh dunia.
Harapannya apa? Diharapkan bisa menjawab tantangan mengenai permasalahan nilai tukar mata uang di masa depan. Sehingga dapat memperkecil, menurut saya gap antarnilai mata uang yang ada di dunia.
Sementara salah satu alasan MUI mengharamkan cryptocurrency itu apa? Salah satu alasannya adalah karena jenis mata uang tersebut tidak memiliki wujud fisik yang bisa diserahterimakan ke pembeli dan akhirnya menimbulkan ketidakpastian dalam transaksi. Selain itu, memungkinkan timbul gharar, atau penipuan, apakah benar seperti itu? Itu kan perlu didiskusikan.
Maka saya melihat, saya sepakat dengan salah satu bahtsul masail, lembaga Bahtsul Masail NU Daerah Istimewa Yogyakarta, mereka mengatakan begini komplitnya, 'Ekonomi merupakan bagian dari ranah hukum Islam yang dinamis.' Artinya dinamis itu kan berkembang. Nah, perkembangan teknologi digital berpengaruh pada perubahan alat tukar, bentuk komoditas, maupun pola transaksi.
Hukum Islam tidak mengatur jenis alat tukar yang harus digunakan. Dalam hukum Islam jenis alat tukar mengikuti kebiasaan suatu komunitas. Maka saya teringat satu hadis:
Antum a'lamu bi umuri dunyakum
Kamu yang lebih tahu dengan perkara-perkara duniamu.
Termasuk alat tukar. Makanya demikian, Islam tidak pernah mengatur alat tukarnya pakai apa. Dan, ternyata Islam tidak pernah menolak itu.
Contohnya begini, awal-awal Islam kita pakai alat tukar dinar dan dirham, materialnya, logam.
Material dengan nilainya hampir setara, karena kalau kita jual mata uang ini, dinilai dari emasnya hampir sama. Logam dalam bentuk dinar dan dirham.
Kemudian, dalam perkembangan zaman beralih dari logam menjadi kertas, yang dalam fase ini antara materialnya dengan nilainya tidak setara.
Kalau dirham dan dinar setara. Sedangkan kalau kertas, sama-sama kertas, satu bergambar Bung Karno yang satu bergambar orang botak nggak pakai peci, itu harganya lebih banyak orang botak nggak pakai peci.
Padahal kertasnya sama. Inilah yang kemudian menimbulkan kesenjangan.
Kemudian muncul hari ini cryptocurrency yang merupakan anak kandung transformasi teknologi digital yang penggunaanya semakin intensif.
Saya pikir kayak di negara-negara maju, kayak PSG saja membeli si Messi pakai kripto, Arsenal menggaji karyawannya pakai kripto.
Pertanyaannya adalah benar nggak itu tidak berwujud, mengandung gharar, dan lain sebagainya? Saya kok punya pandangan berbeda ya?
Pertama, dari nilai manfaat. Jelas kripto itu memiliki manfaat.
Kedua, bisa diserahterimakan. Kemudian bisa diakses jenis antara sifatnya. Jadi bisa diakses jenis serta sifatnya oleh tidak hanya kedua belah pihak.
Saya pikir kalau seperti itu, saya kok mengatakan masih layaklah bahkan halal mungkin. Ini pendapat saya bisa salah ya.
Tapi, yang jelas jangan sampai kemudian gara-gara pemerintah Indonesia belum siap dengan segala aturan dan perundang-undangannya, belum siap dengan segala regulasinya, kemudian mengatakan itu haram. Kalau seperti itu kondisinya seharusnya yang dibenahi regulasinya dong, bukan soal halal haramnya.
Sekali lagi ya, Islam tidak ketinggalan zaman tapi Islam merawat dan menjaga zaman. [bay]