Sementara itu, Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari dalam keterangannya menjelaskan bahwa hiu paus termasuk jenis ikan yang dilindungi secara penuh oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 18 Tahun 2013.
Dalam peraturan ini segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap hiu paus, termasuk pemanfaatan bagian-bagian tubuhnya, dilarang secara hukum.
Baca Juga:
Duh, Manusia Bantai 80 Juta Ikan Hiu Setiap Tahunnya!
Tak hanya menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan dilindungi saja, KKP juga telah menyusun keputusan untuk perlindungan jenis yang lebih efektif melalui penerbitan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus (Rhincodon typus) Tahun 2021-2025.
“RAN memuat tentang strategi, kegiatan, indikator, output, lokasi, waktu, penanggung jawab, dan unit kerja terkait dalam konservasi hiu paus di Indonesia. Pemantauan potensi hiu paus yang telah dilakukan oleh unit pelaksana teknis KKP seperti yang dilakukan LPSPL Sorong ini adalah bentuk implementasi RAN Konservasi Hiu Paus,” jelas Tari.
Senada dengan itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menyampaikan data dan informasi hasil pemantauan hiu menjadi acuan pengelolaan untuk meningkatkan nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (EVIKA) dan efektivitas pengelolaan jenis ikan (EPANJI).
Baca Juga:
Tertinggi Sepanjang Sejarah, Setoran PNBP KKP Tembus Rp 1,79 Triliun
“Hasil penilaian EVIKA tahun 2021 Kawasan Konservasi Perairan Buruway, Arguni, Kaimana, Teluk Etna, dan perairan sekitarnya adalah 51,41. Ini artinya mempunyai status perak atau dikelola secara optimum. Kondisi ini perlu ditingkatkan untuk mencapai status emas,” ujar Andi.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menegaskan sumber daya ikan di Indonesia termasuk hiu paus perlu dikelola secara bertanggung jawab agar lestari dan memberi kemakmuran bagi masyarakat. [qnt]