WahanaNews.co, Jakarta - Jangan salah pilih lokasi rumah! Lokasi jadi pertimbangan paling utama saat kita memutuskan untuk membeli rumah.
Bukan hanya karena dasar letak strategis sehingga kita bisa dengan mudah beraktivitas apapun, tapi, lokasi juga menentukan rumah kita berada di zona berbahaya atau tidak.
Baca Juga:
Tragis! Rumah di Nias Utara Ludes Dilahap Si Jago Merah, Nenek 80 Tahun Tewas
Pasalnya, ada beberapa lokasi rumah yang berbahaya dan tidak dianjurkan untuk ditinggali karena bisa menyebabkan risiko buruk
Menurut Statistik Perumahan dan Permukiman 2022 BPS, ada beberapa lokasi rumah yang dianggap berbahaya. Berikut daftarnya:
1. Rumah di bawah kabel listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Baca Juga:
Sempat Terdengar Ledakan, 4 Rumah di Nias Selatan Terbakar
Sebanyak 0,87% rumah tangga memiliki rumah yang berada di bawah kabel listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Padahal, tinggal di dekat SUTET memiliki risiko dampak kesehatan terhadap penghuninya.
Menurut penelitian Draper et al. (2005) menemukan jika secara statistik, terdapat hubungan antara leukemia anak-anak dan letak rumah yang dekat dengan saluran listrik tegangan tinggi.
Selain itu, Anies (2004) juga menemukan bahwa pajanan medan elektromagnetik SUTET 500 kV berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada penduduk yang bertempat tinggal di bawahnya, berupa electrical sensitivity.
2. Rumah dalam radius 1 kilometer (km) dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
Ada sekitar 0,46% rumah tangga yang tinggal dalam radius 1 km dari TPA sampah. Padahal, tinggal di dekat TPA sampah dapat menimbulkan efek kesehatan. Contohnya, udara yang dihirup sudah tercemar dengan bau sampah.
Belum lagi jika sampah di TPA tersebut tercecer yang bisa mencemari air tanah yang jika dikonsumsi akan menimbulkan dampak kesehatan jangka pendek maupun panjang.
3. Rumah dalam radius 2 km dari pabrik berpolusi
Ada 2,96% rumah yang di Indonesia yang lokasinya dekat dengan pabrik berpolusi. Padahal, pabrik menghasilkan berbagai macam polusi yang dapat mencemari air, tanah, ataupun udara.
Adapun batasan 2 kilometer digunakan karena merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri.
Diharapkan dengan jarak minimal tersebut dapat mengurangi dampak polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat.
4. Rumah di pinggir rel kereta api kurang dari 15 meter
Terdapat sekitar 0,34% rumah yang berada di pinggir rel kereta api kurang dari 15 meter. Padahal, jika tinggal di dekat rel kereta api, dapat menimbulkan risiko kerusakan rumah karena kereta yang melintas menimbulkan getaran.
Selain itu, kereta yang lewat juga menimbulkan bising yang apabila terdengar secara terus menerus bisa menimbulkan efek kesehatan pada telinga.
Adapun, pemerintah telah mengatur terkait jarak aman tempat tinggal dari rel kereta api sebesar 15 meter, merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
5. Rumah di tepian/atas sungai/danau/laut
Di Indonesia, sebanyak 4,44% rumah berada di tepian/atas sungai/danau/laut. Sebagai informasi, jika memiliki hunian di lokasi tersebut berisiko terkena banjir.
Jika terkena banjir, barang-barang maupun rumah rentan mengalami kerusakan. Belum lagi dengan sulitnya mendapatkan air bersih jika sudah terkena banjir.
6. Rumah di sekitar jalur landasan pesawat terbang.
Selanjutnya, ada 1,81% rumah berada di sekitar jalur landasan pesawat terbang. Rumah dekat landasan pesawat terbang juga tidak baik karena rentan terhadap bising dan polusi udara dari pesawat yang lewat.
Penelitian Jarup et al. (2015) menemukan risiko hipertensi yang berlebihan terkait dengan paparan kebisingan jangka panjang, terutama yang disebabkan kebisingan pesawat terbang di malam hari dan kebisingan lalu lintas jalanan setiap hari.
[Redaktur: Sandy/Detik]