WahanaNews.co | Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia
Eximbank berencana menambah wilayah pendampingan berbasis pengembangan
masyarakat atau komunitas (community
development) bertajuk Program Desa
Devisa.
Corporate Secretary LPEI, Agus
Windiarto, menjelaskan, sebagai lembaga keuangan khusus bagian dari Special Mission Vehicle (SMV)
Kementerian Keuangan RI, langkah ini merupakan amanat pemerintah kepada LPEI
untuk terus mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia.
Baca Juga:
Fasilitas Kredit di LPEI, KPK Temukan Modus Tambal Sulam
Terutama, melalui Pembiayaan
Ekspor Nasional dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa
konsultasi, yang jangkauannya mencapai seluruh wilayah Indonesia.
"Pendampingan dan
pengembangan masyarakat dalam program Desa Devisa ini akan membawa produk lokal
Indonesia mendunia serta memberikan dampak positif terhadap peningkatan
ekonomi, sosial dan lingkungan bagi masyarakat setempat," ungkap Agus
dalam keterangannya, Minggu (11/7/2021).
Sekadar informasi, kegiatan
ekspor sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
mendatangkan devisa bagi negara perlu dikembangkan secara terintegrasi, mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Baca Juga:
Kejagung Tarik 10 Jaksa Senior dari KPK, Berikut Daftarnya
LPEI memiliki peran mendorong
pengembangan kapasitas pelaku usaha agar dapat meningkatkan daya saing melalui
program jasa konsultasi, sehingga
mampu melakukan ekspor secara mandiri dengan produk berkualitas internasional.
Desa Devisa sendiri merupakan
program pendampingan yang digagas LPEI, harapannya memberi kesempatan bagi
wilayah yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor untuk mengembangkan
potensi secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi kesejahteraan masyarakatnya.
Pendampingan LPEI bersama
beberapa lembaga yang berhubungan dengan perdagangan, ekspor, budidaya
pertanian, serta akses pembiayaan membuka peluang keberhasilan yang optimal.
"Wilayah yang berpotensi
untuk diberikan pendampingan dalam kegiatan Community
Development akan dianalisa menggunakan key
indicators dalam rangka klasifikasi kriteria dan parameter untuk mengukur
kebutuhan dalam pengembangan menjadi Desa Devisa selanjutnya," tambahnya.
Hingga saat ini, LPEI telah
berhasil membentuk dua Desa Devisa.
Pertama, Desa Devisa Kakao di
Jembrana, Bali dengan komoditas unggulan berupa biji kakao yang difermentasi.
Kedua, Desa Devisa Kerajinan di
Bantul, Yogyakarta dengan produk kerajinan ramah lingkungan.
Kedua Desa Devisa ini telah
mendapatkan beragam pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan untuk
peningkatan kualitas produknya, kapasitas produksinya, peningkatan SDM dan juga
untuk mendapatkan sertifikasi guna meningkatkan harga jual.
Di tahun 2019, Desa Nusasari yang
berlokasi di Jembrana, Bali, menjadi Desa
Devisa pertama yang diresmikan oleh LPEI, berfokus pada pengembangan ekspor komoditas
kakao.
Pendampingan dilakukan LPEI
bersama dengan Koperasi Kerta Semaya Samaniya untuk meningkatkan kemampuan para
petani kakao dalam proses produksi hingga mampu menghasilkan produk fermentasi
biji kakao yang memiliki kualitas standar internasional, sehingga dapat
diekspor ke beberapa negara Eropa, seperti Perancis, Belanda, dan Belgia, serta
ke negara lainnya termasuk Jepang dan Amerika.
Mayoritas fermentasi biji kakao
diekspor ke Perancis hingga mencapai 12,5 ton setiap tahunnya.
Peran pemberdayaan masyarakat
desa yang hampir mencapai lebih dari 600 orang dan mayoritas adalah perempuan,
telah mampu mengelola kebun kakao secara organik, sehingga memberikan nilai
tambah dan harga jual yang tinggi kepada komoditasnya.
"Melalui program Desa Devisa
ini, LPEI mendapatkan penghargaan dari Global CSR Award berupa silver award untuk kategori "Empowerment
of Women" di tahun 2020 lalu," jelasnya.
Desa devisa lainnya adalah Desa
Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta.
LPEI bersama dengan Koperasi
Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesa (APIKRI) yang juga
tergabung dalam World Fair Trade
Organization (WFTO) melakukan pendampingan dan pelatihan kepada lebih dari
300 pengrajin.
Produk unggulan dari Desa Devisa
ini adalah green coffin atau peti
mati ramah lingkungan.
Keunikan produk ini adalah
meminimalkan penggunaan kayu dan logam.
Produk ini telah berhasil
diekspor ke Inggris dan Belanda, bahkan di tengah pandemi Covid-19, APIKRI
masih mengekspor produk ini ke Amerika Serikat.
"Keberhasilan penerapan
program Desa Devisa di dua wilayah ini kami harapkan dapat diduplikasi ke
sejumlah wilayah di Indonesia. Saat ini, LPEI sedang berproses untuk
pengembangan desa devisa di beberapa wilayah yang memiliki potensi komoditas
unggulan, antara lain beras dan kopi. Dalam waktu dekat ini kita akan melakukan
peluncuran desa devisa di kawasan Jawa Barat," ungkapnya.
Bersama Institut Pertanian Bogor
yang merupakan salah satu anggota dari University
Network for Indonesia Export Development (UNIED), LPEI mengkaji indikator
untuk mengembangkan sebuah desa menjadi Desa Devisa, dengan mempertimbangkan
sejumlah aspek.
Antara lain, produk, konsistensi
dan keberlanjutan produksi, pemberdayaan masyarakat dan koordinasi
antar-pemangku kepentingan, produsen dan manajerial, infrastruktur, dan sarana
penunjang lain.
Program Desa Devisa ini selain
meningkatkan kapasitas masyarakat daerah dan mengembangkan komoditas unggulan
desa, program ini juga mendorong partisipasi masyarakat desa dalam rantai
pasukan ekspor global baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat
menghasilkan devisa dan berkontribusi kepada negara melalui kegiatan ekspor. [dhn]