“Keberadaan kami sejak tahu 1985 mendapat pengakuan dari Kawil Depatemen Agama Pemprov DKI Jakarta tidak pernah bersingungan dengan warga, hanya saja lokasi saat ini sudah tidak memungkimkan untuk di bangun,” tutur Pnt. Paskaria Sitinjak.
Pasalnya, selain sudah di apit pemukiman padat penduduk, akses masuk jalan utama sempit hanya sebuah gang lebar sekitar 1 meter dan sudah pasti langganan banjir tiap musim penghujan.
Baca Juga:
Ini 3 Dosa Besar di Lingkungan Pendidikan Indonesia, Apa Upaya Kemendikbudristek?
”Setiap hujan deras seperti kemarin, pasti gereja kita banjir. Karena memang lokasi gereja berada pada resapan air. Ibarat kuali, lokasi ini cangkoknya. Jadi air dari atas pasti mengucur ke gereja,” tambah Pnt. Sapto.
Foto Kiri: Kondisi banjir di dalam gereja setiap kali musim penghujan tiba. Lokasi sekarang mirip tempat penampungan luapan air. Foto Kanan: Kondisi gedung di dalam gereja setelah dibersihkan dari luapan air banjir. [WahanaNews.co/Alpredo Gultom]
Oleh karena tidak memungkimkan lagi untuk dikembangkan, GKI Bajem Ciracas dibawah pembinaan GKI Palsigunung dan pendampingan dari klasis sepakat untuk merelokasi ketempat yang lebih layak.
Baca Juga:
Menangkal Penyebaran Radikalisme, Tokoh Agama Diminta Gencarkan Dakwah Melalui Medsos
Pada tahun 2007 GKI Bajem Ciracas membeli lahan pertapakan gereja di Jalan Asem RT 03 RW 04 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas sekitar 600 m2.
Sejak tahun 2010 tanah pertapakan di Jalan Asem mulai dibangun sambil mengumpulkan tanda tangan persetujuan dari warga sekitar untuk izin rumah ibadah, kemudian selesai dibangun tahun 2018 dengan nama Griya Ciracas dan berhasil mendapatkan 55 tanda tangan persetujuan dari warga.
Semenjak masa pandemi Covid-19 berakhir pemerintah kembali mengizinkan aktivitas beribadah. Namun karena kondisi bangunan di gang Pusakesmas Ciracas yang terus mengalami kebanjiran, GKI Bajem Ciracas untuk pertama kalinya melakukan ibadah di Griya Ciracas jalan Asem pada tanggal 26 Februari 2022.