WahanaNews.co | Lo Kheng Hong buka suara mengenai dirinya yang ogah membeli saham yang berbau teknologi.
Menurut Pak Lo (sapaan akrabnya), saham
teknologi tidak menguntungkan dan malah membuat rugi saja.
Baca Juga:
Skandal Bank Jago: Eks Pegawai Bobol Rp 1,3 Miliar buat Jalan-jalan
Lo Kheng Hong juga menyinggung saham
yang ada di pasar modal dengan nilai valuasi 10 kali dari nilai bukunya, Bank
Jago namanya.
"Mana mungkin saya beli perusahaan
teknologi yang valuasinya bisa 10 kali nilai buku. Laba perusahaan masih rugi,
untungnya masih negatif, seperti Bank Jago ya, perusahaan digital," ungkap Lo Kheng Hong.
Dia juga menilai bahwa perusahaan yang
masih rugi seperti Bank Jago memiliki harga menembus Rp 10.200 per
saham, sehingga kapitalisasi pasar menjadi Rp 130 triliun.
Baca Juga:
PT Bank Jago Tbk Buka Suara Eks Karyawan Bobol Rekening Nasabah Rp1,3 Miliar
Dia menilai, aset bank
digital tersebut masih Rp 1 triliun.
"Mungkin price to book 90 kali, saya gak
ikutin. Perusahaan [Bank Jago] masih rugi. Aset juga cuma Rp 1 triliun
lebih, gak mungkin saya membeli,"
ujarnya, dalam wawancara dengan Lukas Setia Atmaja, dalam
akun Instagram-nya, Rabu (18/5/2021).
Selain Bank Jago, Lo Kheng Hong juga
tidak mau membeli saham Tesla, karena telah memiliki price earning (PE) hingga 1.000 kali.
"Saya tidak mungkin membeli saham
Tesla dengan PE 1000 kali," ungkapnya.
Bukan hanya itu, Lo Kheng Hong juga
mengatakan bahwa saham teknologi dikelola oleh fund manager, yang mana uang investasi digerakkan oleh orang lain.
"Saham teknologi itu untuk fund manager, karena
mereka kelola uang orang lain, bukan uang mereka sendiri. Kalau rugi
pun gak apa-apa, mereka tetap
untung," jelasnya.
Alasan lain Lo Kheng Hong tidak
membeli saham Bank Jago dan Tesla adalah karena tidak memahami secara detail
perkembangan teknologiyang sedang marak saat ini.
"Saya tidak mengerti perkembangan
teknologi. Bahkan, saya masih membutuhkan bantuan anak untuk mengikuti Zoom Meeting. Lo Kheng Hong ngetik di komputer saja gak bisa. Karena waktu saya kuliah dulu
belum ada komputer, udah gitu saya tidak mau belajar lagi karena enggak ada kebutuhan," jelasnya.
Lo Kheng Hong dikenal sebagai Warren
Buffet Indonesia.
Dia juga investor kawakan Indonesia
yang menganggap dirinya masih konservatif terkait pembelian saham.
Pada usianya yang sekarang, dia tidak
ingin bekerja berlebihan untuk suatu hal, terutama saham.
Saat membeli saham korporasi, Lo Kheng
Hong tidak mengikuti tren yang ada, tetapi lebih memilih melihat laporan
keuangan perusahaan terkait.
Salah satu bagian yang dianalisis,
yaitu terkait laporan laba-rugi.
"Jadi saya mesti lihat dulu, liat
labanya. Kalau sudah labanya besar, harganya murah, baru saya
beli," imbuhnya. [dhn]