Menurut Munsch, tindakan-tindakan kecil seperti itulah yang dijadikan "alternatif" selingkuh bagi perempuan demi mempertahankan hubungan pernikahannya.
Laki-laki yang pendapatannya lebih besar tetap berpotensi selingkuh
Studi Munsch juga menemukan bahwa laki-laki tetap cenderung selingkuh meskipun mereka adalah pencari nafkah keluarga. Menurut Munsch, hal ini terjadi karena laki-laki yang berpenghasilan lebih tinggi merasa lebih berkuasa.
Baca Juga:
Polisi Biadab di Makassar, Dipergoki Selingkuh Lalu Seret Istri di Jalanan Pakai Mobil
"Ada penelitian lain yang juga membahas tentang kekuasaan dan perselingkuhan. Orang-orang yang memiliki kekuasaan cenderung selingkuh," ujar Munsch.
Namun demikian, laki-laki yang menjadi pencari nafkah memiliki risiko lebih rendah untuk terlibat dalam perselingkuhan dibandingkan dengan laki-laki yang mengandalkan istri mereka secara ekonomi.
"Peningkatan jumlah pria pencari nafkah hanya sedikit jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah pria yang bergantung pada istri mereka secara ekonomi," ungkap Munsch.
Baca Juga:
Dugaan Penistaan Agama, Polda Metro Jaya Panggil Istri Pejabat Kemenhub
Penelitian Munsch menyimpulkan bahwa laki-laki yang menyumbang 70 persen dari total pendapatan sebagai pencari nafkah, sementara perempuan hanya menyumbang 30 persen sisanya, memiliki kemungkinan lebih rendah untuk terlibat dalam perselingkuhan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa suami cenderung tidak merasa terancam terhadap harga dirinya.
Meskipun demikian, penting untuk tidak terlalu khawatir, karena risiko perselingkuhan masih dianggap kecil, bahkan di antara laki-laki yang sepenuhnya bergantung pada istri mereka.
"Meskipun ada kemungkinan lebih tinggi bagi laki-laki untuk berselingkuh ketika mereka bergantung secara ekonomi, prediksi kemungkinan perselingkuhan dalam setahun hanya sekitar 15 persen jika mereka benar-benar bergantung secara ekonomi," kata Munsch.