Di samping itu, memborong barang belum tentu membuat
seseorang merasa lebih baik. Tindakan ini justru bisa menyebabkan kelangkaan
produk yang semestinya tidak perlu terjadi atau kalaupun tersedia harganya
melambung tinggi dari biasanya.
Selain PPKM, panic buying yang terjadi saat ini menurut Mega
juga karena masyarakat cemas pada angka kasus Covid-19 yang masih terjadi,
bahkan meningkat dalam sebulan terakhir.
Baca Juga:
Stok Beras Dipastikan Aman, Bulog Sumut Minta Masyarakat Jangan Panic Buying
Menurut Tala, panic buying saat ini pun tidak lagi logis
atau benar-benar irasional.
"Gimana enggak, nyari vitamin saja susah, bahkan
oximeter jadi harganya melambung dan akhirnya karena tidak semua berpikir
positif dan baik. Akhirnya ada pihak-pihak yang memanfaatkan peluang ini untuk
menjadi sebuah peluang bisnis," kata Tala.
Menurut Tala, banyak orang yang sehat pun terserang
mentalnya. Mereka cemas akan terkena Covid-19 suatu hari nanti, misalnya. Saat
mengalami sakit kepala, dia otomatis berpikir soal gejala Covid-19, padahal
bisa jadi karena kebiasaan begadangnya.
Baca Juga:
Polres Natuna Laksanakan Monitoring di Sejumlah SPBU di Ranai
Pada akhirnya, kecemasan meningkat dan membuat sistem
imunnya turun lalu sehingga mudah terkena Covid-19 seperti apa yang dia
pikirkan.
"Di kondisi second wave ini bukan hanya sakit fisik,
tetapi sakit mental bertambah. Sakit mental ini yang jelas psikosomatis,
kecemasan meningkat. Misal, karena begadang, bekerja terus pegal, dia langsung
asosiasikan itu dengan gejala Covid-19, yang akhirnya membuat imunnya drop dan
jadi sakit beneran," tutur Tala. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.