Data PK21 menunjukkan bahwa 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62% mengalami konflik yang lebih serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26% mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sementara itu, anak-anak yang lahir dari hubungan ini cenderung mengalami masalah tumbuh kembang, kesehatan, serta gangguan emosional.
Baca Juga:
BKKBN Sulut Luncurkan Program Orang Tua Asuh Cegah Stunting di Sulawesi Utara
"Anak-anak dapat mengalami kebingungan identitas dan merasa tidak diakui akibat stigma serta diskriminasi, bahkan dari anggota keluarga sendiri," ujar Yulinda, melansir CNBC Indonesia, Minggu (2/2/2025).
"Hal ini membuat mereka sulit menempatkan diri dalam struktur keluarga maupun masyarakat," tambahnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.