Kata Ruhani, styrofoam adalah jenis sampah yang sulit terurai. Dalam proses pembuatannya, styrofoam melibatkan chlorofluorocarbons atau CFC.
CFC atau yang lebih dikenal dengan sebutan freon bisa merusak lapisan ozon. Artinya, saat berusaha diuraikan dengan teknologi pun styrofoam ini tetap merusak lingkungan.
Baca Juga:
RDF Plant Jakarta Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berpotensi Hasilkan PAD yang Cukup Besar
"Selain itu biaya untuk menguraikannya pun tergolong mahal," kata dia.
Untuk satu buah styrofoam, setidaknya perlu waktu sekitar 1 juta tahun lebih agar benar-benar terurai. Bayangkan dalam satu hari, ada banyak styrofoam yang digunakan. Karena sulit terurai, akhirnya sampah-sampah tersebut akan menumpuk dan merusak lingkungan.
"Styrofoam yang sudah berumur satu juta tahun pun tetap tak bisa terurai sempurna, dia akan berubah menjadi mikroplastik dan tetap mencemari lingkungan," kata dia.
Baca Juga:
Tak Ada Lagi Impor Sampah Plastik, Menteri Hanif Siap Awasi dan Tindak Pelanggar
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar menyebut sudah saatnya penggunaan styrofoam ini distop sama sekali. Dia bahkan mengaku, sudah tak pernah menggunakan produk styrofoam jenis apapun sejak 2018 lalu.
Bahkan saat harus memesan karangan bunga misalnya, dia lebih memilih memesan karangan bunga tanpa styrofoam demi menjaga lingkungan dari sampah abadi tersebut.
"Saya pilih bunga yang standing tanpa styrofoam. Karena satu saja styrofoam yang dipakai, merusak bumi bisa sampai jutaan tahun," kata dia.