WahanaNews.co, Jakarta - Organisasi turis di Indonesia menerbitkan Guide Book untuk wisatawan asing yang berkunjung. Hal itu tercatat dalam buku Bungaran Antonius Simanjuntak, dkk berjudul “Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia” (2017: 14).
Dalam buku tersebut disebutkan, pada tahun 1913 organisasi turis VTV (Vereneiging Touristen Verker) menerbitkan Guide Book atau buku panduan wisata bagi turis yang berkunjung ke Indonesia.
Baca Juga:
2 Personel Polres Merangin Curahkan Prestasi Pada Kejuaraan Dandim Cup 0416 Bute Shokaido Open - Festival Sesumatra 2024
Adapun di dalam Guide Book tersebut terdapat beberapa tempat yang direkomendasikan untuk menjadi tempat wisata. Seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Tanah Toraja di Sulawesi.
Sementara pada tahun 1923, surat kabar mingguan bernama Java Tourist Guide juga diterbitkan. Kolom-kolomnya pun diantaranya berisi berbagai panduan pelayanan akomodasi selama berwisata ke Indonesia yang disediakan oleh pemerintah kolonial saat itu.
Surat kabar tersebut bagian dari sejarah pariwisata Indonesia dengan menerbitkan artikel bertajuk Express Train Service
Baca Juga:
Residivis Curanmor Berhasil Diringkus Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin, 3 Unit R2 Turut Disita
Tahun 1923, Pemerintah Kolonial Mulai Serius Memperhatikan Pariwisata
Seiring dengan diterbitkannya surat kabar pariwisata tahun 1923, pada tahun yang sama pula pemerintah kolonial mulai serius menanggapi permintaan orang Eropa berwisata ke Indonesia yang hampir meningkat tajam.
Untuk itu pemerintah kolonial berusaha memberikan pelayanan kepada para wisatawan asing yang sedang melakukan perjalanan wisata termasuk akomodasi transportasi.
Pemerintah pun akhirnya mendirikan travel agent di Batavia pada tahun 1926 bernama Linsone Linderman (Lis Lind) yang berpusat di negeri Belanda. Travel agen ini kemudian dikenal dengan nama Netherlands Indische Touristen Burean (NI Tours) di Indonesia.
Selain mendirikan agen wisata, ternyata pemerintah koloni juga menerbitkan majalah Tourism. Majalah ini pun jadi bagian dari sejarah pariwisata Indonesia. Terbitnya majalah ini bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia ke berbagai masyarakat luas di dunia, terutama Eropa.
Majalah Tourism ini mengangkat tema promosi wisata seperti, Come to Java, Bandung The Mountain City to Netherland India, Batavia Queen City of East, dan The Wayang Wong or Wayang Orang.
Pariwisata Indonesia pada Zaman Kolonial Terbatas dan Diskriminatif
Mengutip sumber yang sama, disebutkan bahwa pada masa penjajahan Belanda, kegiatan kepariwisataan di Indonesia hanya terbatas pada kalangan orang-orang kulit putih. Monopoli usaha di bidang pariwisata ini dipegang oleh NITour.
Walaupun kunjungan wisatawan pada masa itu sangat terbatas, di beberapa kota dan tempat di Indonesia telah berdiri hotel untuk memfasilitasi akomodasi bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah Hindia Belanda.
Sejarah pariwisata Indonesia juga mencatat pariwisata di Indonesia mengalami kemunduran sejak perang revolusi berkecamuk. Perang revolusi sangat berdampak tinggi bagi kemajuan pariwisata di Indonesia. Dapat dikatakan orang-orang tidak berkeinginan maupun bergairah untuk melakukan perjalanan.
Obyek-obyek wisata terbengkalai, dan di berbagai sudut jalan rusak. Di samping itu, ada aksi penghancuran jembatan-jembatan untuk menghalangi musuh masuk ke suatu daerah.
Hal ini menyebabkan kehidupan perhotelan sangat menyedihkan karena banyak hotel yang diambil alih oleh pemerintah Jepang untuk dijadikan markas, rumah sakit, dan asrama serta sebagai tempat perwira-perwira Jepang.
Sejarah mencatat setelah jatuhnya bom di Hirosima-Nagasaki, inflasi terjadi dimana-mana yang mengakibatkan keadaan ekonomi rakyat bertambah parah.
Sektor pariwisata semakin berkurang, akan tetapi meningkat tajam setelah selesai kecamuk revolusi, sekitar tahun 1950-an di tangan pemerintah Republik Indonesia.
[Redaktur: Alpredo Gultom]