Pemerintah pun akhirnya mendirikan travel agent di Batavia pada tahun 1926 bernama Linsone Linderman (Lis Lind) yang berpusat di negeri Belanda. Travel agen ini kemudian dikenal dengan nama Netherlands Indische Touristen Burean (NI Tours) di Indonesia.
Selain mendirikan agen wisata, ternyata pemerintah koloni juga menerbitkan majalah Tourism. Majalah ini pun jadi bagian dari sejarah pariwisata Indonesia. Terbitnya majalah ini bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia ke berbagai masyarakat luas di dunia, terutama Eropa.
Baca Juga:
2 Personel Polres Merangin Curahkan Prestasi Pada Kejuaraan Dandim Cup 0416 Bute Shokaido Open - Festival Sesumatra 2024
Majalah Tourism ini mengangkat tema promosi wisata seperti, Come to Java, Bandung The Mountain City to Netherland India, Batavia Queen City of East, dan The Wayang Wong or Wayang Orang.
Pariwisata Indonesia pada Zaman Kolonial Terbatas dan Diskriminatif
Mengutip sumber yang sama, disebutkan bahwa pada masa penjajahan Belanda, kegiatan kepariwisataan di Indonesia hanya terbatas pada kalangan orang-orang kulit putih. Monopoli usaha di bidang pariwisata ini dipegang oleh NITour.
Baca Juga:
Residivis Curanmor Berhasil Diringkus Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin, 3 Unit R2 Turut Disita
Walaupun kunjungan wisatawan pada masa itu sangat terbatas, di beberapa kota dan tempat di Indonesia telah berdiri hotel untuk memfasilitasi akomodasi bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah Hindia Belanda.
Sejarah pariwisata Indonesia juga mencatat pariwisata di Indonesia mengalami kemunduran sejak perang revolusi berkecamuk. Perang revolusi sangat berdampak tinggi bagi kemajuan pariwisata di Indonesia. Dapat dikatakan orang-orang tidak berkeinginan maupun bergairah untuk melakukan perjalanan.
Obyek-obyek wisata terbengkalai, dan di berbagai sudut jalan rusak. Di samping itu, ada aksi penghancuran jembatan-jembatan untuk menghalangi musuh masuk ke suatu daerah.