WAHANANEWS.CO, Jakarta - Suasana khusyuk salat Jumat di Makassar berubah jadi duka mendalam. Ustaz Muhammad Yahya Waloni, seorang mualaf yang dikenal dengan kisah hidup penuh lika-liku dan pernyataan kontroversial, wafat saat sedang menyampaikan khotbah di atas mimbar Masjid Darul Falah, Kecamatan Rappocini, Jumat (6/6/2025), bertepatan dengan Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah.
Kabar wafatnya langsung viral di media sosial, memicu berbagai reaksi mengenang perjalanan hidup mantan pendeta yang memilih jalan dakwah.
Baca Juga:
Kasus Ujaran Kebencian, Yahya Waloni Divonis 5 Bulan Penjara
Yahya lahir di Manado pada 30 November 1970 dengan nama Yahya Yopie Waloni.
Ia meraih gelar doktor dari Institut Theologia Oikumene Imanuel Manado, sempat menjadi Ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong, bahkan menjabat rektor di Sumatera Selatan.
Namun perjalanan hidupnya berubah drastis usai bersentuhan dengan Islam. Sejak muda, Yahya sudah menunjukkan ketertarikan pada Islam, meski sempat dilarang keras oleh ayahnya sendiri.
Baca Juga:
Pengadilan Vonis Yahya Waloni 5 Bulan Penjara Karena Kasus Ujaran Kebencian
Perjumpaannya dengan seorang penjual ikan bernama Sappo di Tolitoli makin menguatkan pencariannya terhadap kebenaran ajaran Islam.
Setelah mengalami beberapa mimpi spiritual, termasuk satu mimpi aneh yang juga dialami oleh istrinya, Lusiana, mereka akhirnya memeluk Islam bersama.
Pada 11 Oktober 2006, di bawah bimbingan ustaz Komarudin Sofa dari NU Tolitoli, pasangan itu mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengganti nama mereka menjadi Muhammad Yahya Waloni dan Mutmainnah.
Sejak itu, Yahya aktif berdakwah, meski beberapa kali menuai kontroversi karena pernyataannya yang menyerang keyakinan lamanya.
Ia bahkan sempat dipenjara pada 2022 karena ujaran kebencian, namun kemudian menyatakan tobat dan berjanji tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Pada hari wafatnya, Yahya sempat menyampaikan kisah keteladanan Nabi Ibrahim dan mengajak jemaah memperkuat iman dan takwa. Namun saat hendak menyampaikan khotbah kedua, tubuhnya goyah dan ia terjatuh dari mimbar.
Jemaah bergegas menolong dan membawanya ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Sang dai menghembuskan napas terakhir di atas jalan dakwah yang telah ia pilih sejak hampir dua dekade lalu.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]