Jakarta Wahana News, Kongres Advokat Indonesia (KAI), dikabarkan telah melayangkan keberatan atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No.5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA) melalui uji materi ke Mahkamah Agung (MA), Senin (25/6/2019).
Gugatan dilayangkan karena menurut KAI, beleid itu dinilai bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 terkait pengujian Pasal 2 ayat (1) UU Advokat.
Baca Juga:
Rahmansyah Siregar SH & Partners Berhasil Menangkan Gugatan Perkara Perdata Sengketa Lahan
Seperti diberitakan portal berita hukumolnine.com, KAI menganggap Permenristekdikti itu telah melampaui UU Advokat terkait proses pengangkatan advokat yang sudah berjalan selama ini.
Selama ini menurut KAI, untuk menjadi advokat pihaknya telah menempuh pendidikan khusus profesi advokat (PKPA), ujian profesi advokat (UPA) yang diselenggarakan organisasi advokat, magang selama 2 tahun di kantor advokat, hingga pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi setempat.
Pasal 2-5 Permenristekdikti itu mengatur lamanya masa studi PPA ini paling cepat 2 semester (1 tahun) dan paling lama 6 semester (3 tahun) dengan bobot 24 satuan kredit semester (sks) dengan Indeks Prestasi Kumulutaif (IPK) minimal 3,00.
Baca Juga:
Polisikan Advokat LBH Jogja, Pengacara Alumnus UII Buka Suara soal
Setelah lulus, mendapat gelar profesi Advokat yang diberikan oleh Perguruan Tinggi berikut sertifikasi yang dikeluarkan organisasi advokat.
Substansi Permenristekdikti ini dinilai mengatur tahapan baru yang tidak diatur dalam UU Advokat dan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 yang mengamanatkan penyelenggaraan PKPA dilakukan organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum atau sekolah tinggi hukum yang berakreditasi B.
Permenristekdikti ini seolah hendak menghapus pelaksanaan PKPA dan mengubahnya dengan PPA.
Menanggapi uji materi ini, Kemenristekdikti menyatakan siap menghadapi permohonan uji materi Permenristekdikti yang terbit pada 22 Januari 2019 ini. Bahkan, Kemenristekdikti siap mempertahankan argumentasi yang dibangun saat menyusun Permenristekdikti 5/2019 ini.
Kemenristekdikti mengklaim penyusunan dan perumusan Permenristekdikti 5/2019 ini telah melalui prosedur yang berlaku. Bahkan, telah melibatkan banyak akademisi bergelar professor dari berbagai universitas negeri atau swasta.
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Kemenristekdikti Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng., mengaku tak ada khawatir sedikitpun menghadapi uji materi produk hukum yang dibuat Kemenristekditi ini.
Dia mempersilakan siapapun elemen masyarakat yang keberatan terhadap Permenristekdikti ini dengan melayangkan uji materi ke MA."Kita mempersilakan bila ada pihak-pihak yang merasa tidak sependapat dengan Permenristekdikti 5/2019 untuk 'menggugat' ke MA. Prinsipnya, pihak kementerian siap saja," ujar Patdono
"Mudah saja bagi kementerian untuk menugaskan mereka untuk membuat argumentasi dan sanggahan atas 'gugatan' KAI itu," ujarnya.Patdono menambahkan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat telah dimohonkan pengujian di MK pada 2016 lalu. Melalui Putusan MK No. 95/PUU-XV/2016 ditegaskan bahwa pendidikan profesi advokat diselenggarakan oleh organisasi advokat bekerja sama dengan perguruan tinggi yang minimal berakreditasi B.
Patdono melanjutkan Kemenristekdikti telah banyak memberi izin pendidikan profesi, seperti pendidikan profesi dokter, insinyur, advokat, kenotariatan, dan profesi lainnya."Semuanya caranya sama, ada kerja sama perguruan tinggi dengan organisasi profesi," lanjutnya.
Dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c Permenristekdikti 5/2019 disebutkan, "Program profesi advokat (PPA) dapat diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan organisasi advokat yang bertanggung jawab atas mutu pelayanan profesi."
Persoalannya, saat ini kalangan organisasi advokat hanya mengenal pendidikan khusus profesi advokat (PKPA), bukan PPA. (Rofiq Hidayat)