WahanaNews.co | Ratusan massa, yang mengatasnamakan Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia (P2RI), berkumpul di kawasan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (18/11/2021) pagi.
Lewat selebaran yang diterima, diketahui bahwa kelompok P2RI tersebut merupakan gabungan dari organisasi buruh FSBKU-KSN, GSBI, Progresif-SGBN-Sebumi, yang sama-sama melakukan aksi “Stop Politik Upah Murah”.
Baca Juga:
6 Orang Jadi Tersangka, Serikat Buruh Siap Beri Bantuan Hukum
Menurut selebaran itu, kenaikan upah tahun 2022 merupakan yang pertama sejak UU Cipta kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 disahkan.
Mereka kemudian mengutip pernyataan Gubernur Banten, Wahidin Halim, di media, “Besaran UMP didasarkan pada masukan Apindo dan perwakilan buruh. Jadi daerah tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan. Dan penetapan kenaikan UMP 2022 sudah jelas mengacu pada formula yang ditetapkan PP 36 Tahun 2021.”
Dalam pemahaman mereka, penetapan upah melalui mekanisme PP 36/2021, walaupun ada batas atas dan bawah, tetaplah mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
Kesal Dibohongi, Buruh Teriaki Anies Gubernur Bencong
Pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan ketiga 2021 adalah sebesar 4,62% dan inflasi 0,09%.
Sejak disahkannya PP Nomor 78 Tahun 2015, kenaikan upah buruh tidak pernah mencapai 10%, apalagi selama dua tahun terakhir ini ketika pandemi melanda Indonesia kenaikan upah buruh selalu di bawah 3%.
“Maka, satu-satunya jalan agar kenaikan upah buruh bisa naik seperti sebelum PP 78/2015, adalah dengan kekuatan massa meminta Presiden Jokowi untuk mencabut UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya dan PP 78/2015,” tulis P2RI dalam selebarannya.
Di bagian akhir selebaran tersebut, mereka mengajukan 5 tuntutan kepada pemerintahan Presiden Jokowi, yakni:
1. Mencabut UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya
2. Mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015
3. Meminta Gubernur Wahidin Halim untuk menetapkan Upah Minimum Kota tidak berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021
4. Jalankan Upah Sektoral Banten tahun 2022
5. Tolak perusahaan-perusahaan yang mengajukan penangguhan upah. [dhn]