WahanaNews.co | Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna, menyangsikan banjir Jakarta bisa surut dalam waktu enam jam, sebagaimana yang ditargetkan Gubernur DKI Jakarta, Anies
Baswedan.
Menurut
Yayat, dengan kondisi saat ini, banjir Jakarta belum bisa akan surut dalam
jangka waktu tersebut.
Baca Juga:
Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur Akan Dipimpin Wakil Presiden RI
Kondisi
yang dimaksud Yayat adalah
soal sarana dan prasarana di Jakarta, termasuk sungai, sistem drainase, dan
pompa milik DKI.
Menurut
dia, ketiga elemen tersebut dinilai belum mampu mempercepat surutnya banjir
Jakarta.
"Kalau
pasang target,
boleh-boleh saja.
Tapi target yang realistislah, kira-kira antara
target dengan dukungan sarana dan prasarananya," kata Yayat, saat dihubungi wartawan, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga:
5 Lokasi Layanan SIM Keliling Hari Ini di Jakarta, Cek di Sini!
Yayat
menjelaskan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga harus bisa membedakan banjir
dan genangan. Menurutnya, dua hal itu bisa berbeda.
Ia
mengatakan, kenyataannya di beberapa daerah banjir baru bisa surut setelah
empat hari. Sementara itu, jika genangan rata-rata memang bisa surut dalam
waktu 3-4 jam.
"Jadi
pertanyaannya bagaimana kita bisa mengurangi waktu untuk menghilangkan
genangan. Beda loh antara genangan dengan banjir," ujar Yayat.
"Kalau
banjir itu misalnya kasusnya seperti di beberapa daerah yang rawan itu bisa
berhari-hari, paling lambat empat hari," kata dia menambahkan.
Namun
demikian, menurut Yayat, Pemprov DKI bisa saja merealisasikan target tersebut
bila kapasitas pompa ditingkatkan.
Menurutnya,
dengan penambahan dan peningkatan kapasitas pompa, hal itu bisa saja terjadi.
"Kita
enggak bisa memindahkan air dalam kondisi secepatnya kalau seluruh permukaan
air sedang tinggi-tingginya, kemudian volume air juga cukup besar, dan
kapasitas pompanya juga belum maksimal," tuturnya.
Pengamat
tata kota lainnya, Nirwono Joga mengatakan, target banjir enam jam surut
realistis atau tidak dapat dilihat dari tiga indikator. Pertama adalah kondisi
drainase yang ada di Jakarta.
Menurut
dia, dengan kondisi saat ini, drainase di Jakarta hanya mampu menampung air
hingga 100-150 milimeter/hari.
Sementara
dari catatannya, saat awal musim hujan pada Oktober kemarin, curah hujan di
Jakarta sudah mencapai 110 mm/hari, bahkan di awal tahun yang sempat banjir
besar sampai menyentuh angka 370 mm/hari.
"Dari
data seperti itu saja bisa kita pastikan bahwa kapasitas dari drainase di
Jakarta tidak memadai," ujar Nirwono.
Menurut
dia, curah hujan di Jakarta bisa saja meningkat, mengingat fenomena alam La
Nina. Menurut dia, jika hujan ekstrem, otomatis akan terjadi luapan di
drainaseJakarta.
Indikator
kedua yakni soal banjir kiriman dari wilayah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Menurut
dia, jika kawasan Puncak hujan lebat, maka risiko ancaman banjir kiriman akan
terjadi.
Hal
itu, kata dia, menyebabkan banjir di pemukiman warga yang berada di bantaran
kali. Sementara, kapasitas sungai di Jakarta rata-rata lebarnya hanya 15-20
meter.
"Dari
situ aja terlihat kapasitas sungai kita tidak memadai, hasilnya begitu hujan
lebat, otomatis sungai meluap," ungkapnya.
Indikator
yang terakhir yakni, saat ini daerah resapan air seperti situ, danau, embung,
dan waduk di Jakarta belum beroperasi maksimal. Hal ini terlihat dari
pengerukan belum berjalan dengan baik.
"Nah,
ketiga hal itu yang tidak terjadi. Fokusnya Pemda sekarang ini, di luar pandemi
Covid, tentu kita apresiasi apa yang sudah dilakukan, tapi ini hanya kegiatan
rutin. Seperti grebek lumpur yang lagi digiatkan itu, lumpur saluran air, lumpur
sungai, dan lain-lain," pungkasnya.
Gubernur
DKI Jakarta,
Anies Baswedan,
sebelumnya menginstruksikan agar seluruh jajaran mewaspadai banjir dampak dari
fenomena alam La Nina.
Menurut
Anies, fenomena La Nina dapat mengakibatkan curah hujan yang jauh lebih intensif dari biasanya.
Anies
menyebut, sistem drainase Jakarta memiliki ambang batas rata-rata kapasitas
maksimal untuk menampung 100 milimeter hujan per hari.
Apabila
curah hujan berada di angka di atas 100, seperti pada awal tahun 2020, maka
seluruh jajaran Pemprov DKI harus bersiaga menghadapi bencana banjir besar.
Saat
itu, curah hujan di Jakarta mencapai 377 milimeter per hari, artinya 3,7 kali
lipat dari kapasitas sistem drainase rata-rata Jakarta.
"Sehingga,
tanggung jawab kita ketika ini terjadi ada dua kunci. Satu, memastikan seluruh
warga selamat. Tanggung jawab kita memastikan seluruh semua selamat jangan ada
korban," kata Anies pada Rabu (4/11/2020). [qnt]