WahanaNews.co | Untuk kegiatan belajar mengajar, guru madrasah di Pandeglang, Banten, jadi sorotan lantaran hanya digaji Rp 50 ribu per bulan. Kemenag tak bisa berbuat banyak, dengan alasan tak ada anggaran yang dialokasikan untuk menggaji guru MDTA tersebut.
"Kalau untuk honor (guru MDTA), memang tidak ada anggaran dari Kemenag. Tapi enggak tahu kalau dari yang lain," kata Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Pandeglang Agus Salim saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/9/2021).
Baca Juga:
Bupati Rokan Hilir Hadiri Silahturahmi PGM Indonesia, Sampaikan Hal Ini Soal Guru Madrasah
Terkait kewenangannya, Agus menjelaskan bahwa Kemenag hanya dalam posisi pengawasan dan perumusan kurikulum MDTA. Sementara, Kemenag tidak memiliki pos anggaran untuk biaya operasional madrasah karena sudah di-cover oleh pemerintah daerah.
"Karena itu kan pendidikan non formal yah, jadi persoalan bantuan yang sifatnya hibah itu ada di pemda. Itu ranahnya ada di Dindik yang secara rutin memberikan bantuan ke masing-masing lembaga itu sendiri," ujar Agus.
Sebelumnya, guru Madrasah Diniyah Takmilyah Awaliyah (MDTA) Ar Raudoh di Pandeglang, Banten, hingga kini rupanya belum bisa merasakan pendapatan yang layak dari kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Nyatanya, mereka hanya menerima gaji Rp 50 ribu per bulan lewat dana bantuan pemerintah daerah.
Baca Juga:
Genjot Program PISA, Kemenag Latih 54.000 Guru Madrasah Soal Literasi dan Numerasi
Kepala Sekolah MDTA Ar Raudoh Sukanta mengatakan dalam sebulan hanya bisa memberi gaji kepada guru di sekolahnya Rp 50 ribu per bulan. Sebab, madrasah yang Sukanta kelola dan berisi sekira 70 siswa itu hanya mendapat bantuan dari pemda setiap tahunnya senilai Rp 6,5 juta.
"Jadi kalau dihitung, bantuan Rp 6,5 juta itu kalau dibagi buat gaji guru per bulannya itu cuma Rp 50 ribu per orang. Di madrasah saya kan gurunya ada empat, itu udah habis buat menggaji guru juga dengan anggaran segitu (Rp 50 ribu per bulan)," ujar Sukanta melalui sambungan telepon, Selasa (7/9/2021).
Meski dalam kondisi tersebut, Sukanta beserta guru di madrasahnya tetap berkomitmen memberi pelajaran agama kepada anak-anak di wilayahnya. Dia menegaskan bahwa Pandeglang harus terus mempertahankan identitas keagamaannya karena sejak dulu daerah ini identik dengan sebutan kota seribu ulama sejuta santri.