WahanaNews.co | Cerita
pilu datang dari Yogyakarta. Bilal, seorang pengayuh becak, kedapatan meningal
dunia di atas becak kesayangannya karena terpapar COVID-19.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Pria berusia lebih dari 80 tahun ini hidup sendiri di
Yogyakarta. Sehari-hari dia hidup di atas becak, benda berharga yang jadi
sumber penghidupannya saban hari.
Bilal ditemukan tak bernyawa oleh warga di seputaran
Magangan, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta pada Senin 19
Juni sekitar pukul 18.05 WIB. Dia ditemukan warga yang hendak memberinya makan.
Bilal memang ber-KTP Ngadisuryan RT 3/RW 01, Patehan. Namun
KTP itu merupakan pemberian dari perangkat desa setempat meski Bilal tak
memiliki rumah di sana.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
"Pak Bilal meninggal itu di atas becak, sebenarnya Pak
Bilal itu secara kependudukan merupakan warga kami cuma Pak Bilal ini tidak
punya tempat tinggal di situ. Karena Pak Bilal sudah lama mbecak atau mangkal
di situ sehingga warga masyarakat sudah anggap sebagai warga," kata Lurah
Patehan, Handani, saat berbincang melalui sambungan telepon dengan kumparan.
Bilal memang selalu beraktivitas dengan becaknya. Untuk
kebutuhan buang air, dia juga menggunakan WC umum yang ada di lingkungan
tersebut.
"Pas kejadian itu mau ada warga kami antar makan di
situ tidur dibangunkan nggak bangun akhirnya dilaporkan ke Pak RT lalu
disampaikan kita," ujar Handani.
Handani kemudian melaporkan peristiwa ini ke kepolisian.
Sesuai prosedur pandemi COVID-19, maka puskesmas melanjutkan dengan tes swab.
Hasilnya, Bilal dinyatakan positif. Pihaknya lalu melapor ke
BPBD Kota Yogya. Setelah itu, jenazah Bilal dibawa ke RSUD Kota Yogya.
Pengurus RT kemudian mencari informasi ahli waris Bilal ini.
Selang beberapa waktu, ada informasi bahwa ahli waris Bilal berada di Bantul.
"Setelah ketemu komunikasi ahli waris disuruh untuk
mengurus ke RS Kota Jogja karena itu jadi kewajiban ahli waris. Lalu ahli waris
juga datang ke rumah sakit," ujarnya.
Namun ternyata, jenazah Bilal tidak diurus oleh ahli waris.
Handani kemudian dihubungi rumah sakit pada Rabu (21/7) bahwa jenazah Bilal
belum terurus.
"Saya kaget karena saya kira sudah selesai karena ahli
waris sudah mengurus," ujarnya.
Proses Pemakaman
Bilal Sempat Tidak Ada Kejelasan
Kelurahan lalu menggelar rapat. Dari sana diputuskan agar
Bilal dimakamkan di pemakaman dinsos. Setelah dikomunikasikan, hal itu tidak
bisa dilakukan sebab Bilal memiliki identitas dan ahli waris. Dinsos khawatir
nantinya akan ada gugatan dari ahli waris.
"Kalau sebenarnya orang yang telantar itu tidak punya
identitas dan tidak memiliki ahli waris. Sehingga saat penguburan jadi mr
X," kata Handani.
Saat itu, jenazah Bilal masih berada di ruang jenazah rumah
sakit. Pihak kelurahan kembali menemui ahli waris. Singkat cerita, jenazah
masih tidak terurus. Handani pun mengambil sikap kelurahan yang akan memakamkan
Bilal.
"Saya inisiatif kalau kaya gini belum ada kepastian
belum ada kejelasan kalau tidak mampu serahkan ke saya," ujarnya.
Jenazah Bilal kemudian hendak dimakamkan di makam milik
kampung Karanganyar, Brontokusuman. Karena bukan warga setempat, dan ahli waris
juga berada di luar wilayah maka ada biaya tersendiri.
"Rp 5 juta bedah bumi untuk kas biasanya yang gali
peliharaan makam. Intinya itu kaidah atau kearifan lokal yang berlaku di
situ," ujarnya.
Handani juga berbincang dengan juru kunci dan tokoh
masyarakat setempat. Jenazah Bilal pun diizinkan dimakamkan di sana meski bukan
warga maupun tidak ada ahli waris di wilayah tersebut.
"Malam itu digali kuburnya dan melapor BPBD untuk
dukungan menguburkan. Jam 2 malam pemakaman berjalan lancar itu tanggal 22
Juli, dini hari, hari Kamis," kata Handani.
Sementara biaya bedah bumi, Handani lantas merogoh koceknya
sendiri. Meski selanjutnya diganti oleh Wali Kota Yogyakarta.
"Rp 5 juta pribadi saya awalnya, walaupun sudah diganti
Pak Wali Kota," katanya.
Dari kejadian ini, Handani berharap peristiwa memilukan
seperti ini tidak terulang kembali. Dia meminta siapa pun orang di wilayahnya
untuk segera melapor apabila kondisi badan dirasa tidak enak.
"Karena harusnya dari yang bersangkutan. Lha ini kalau
nggak bersangkutan tidak melaporkan, ketua lingkungan nggak ngerti apalagi
sehari-hari hidup di atas becak," pungkasnya. [dhn]