WahanaNews.co, Kampar - Sejumlah pria yang tidak dikenal menatap tajam seorang laki-laki tua yang sedang duduk santai di sebuah kedai gubuk di tepi sungai di Desa Penghidupan, Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, Riau, pada Jumat (16/2/2024) sore lalu.
Tidak lama kemudian, pria-pria tersebut turun dari mobil hitam yang mereka naiki dan mendekati laki-laki tua berjaket merah maroon itu.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Pertamina: Kejagung Periksa 120 Saksi, Nicke Widyawati Masuk Radar
Ketika sudah mendekati kedai, salah satu dari pria-pria tersebut secara tiba-tiba menyapa laki-laki tua tersebut dengan mengucapkan, "Pak Yusri."
Entah mengapa, lelaki tua tersebut seakan terkejut dan memalingkan wajahnya untuk melihat laki-laki yang memanggilnya. Dalam waktu singkat, 9 pria yang tidak dikenal sudah berdiri mengelilingi kedai.
Ternyata, pria-pria yang tidak dikenal tersebut merupakan anggota intel dari TNI Angkatan Darat dan intel dari Kejaksaan Republik Indonesia. Laki-laki yang berada di kedai tersebut ternyata adalah Yusri, mantan Senior Supervisor Pertamina Regional I Tanjung Uban.
Baca Juga:
Ahok Diperiksa Hampir Delapan Jam, Bilang Kaget Ada Penyimpangan di Perusahaan
Lalu kenapa intel TNI dan intel Kejaksaan mengepung Yusri?
Jadi ceritanya begini, Yusri ini bukan pak tua biasa. Dia ini adalah orang yang bermasalah dengan hukum dan sudah selama 8 tahun raib lalu jadi buronan negara.
Melansir VIVA Militer, Senin (19/2/2024), intel TNI yang turut bersama intel Kejagung itu merupakan prajurit-prajurit TNI dari Unit Intel Kodim 0313/Kampar.
Yusri ini diburu lantaran dia adalah koruptor kakap yang seharusnya mendekam di penjara karena terlibat dalam perkara korupsi dan pencucian uang penyelewengan BBM milik PT Pertamina.
Kasus ini terungkap setelah terbongkarnya rekening gendut yang dimiliki Niwen Khaeriyah senilai Rp1,3 triliun.
Keberadaan Yusri hingga diringkus intel Kejagung dan intel TNI terendus setelah Komandan Satgas DPO Kejagung, Fadli mendapatkan informasi tempat persembunyian pria 65 tahun itu di Riau.
Maka Kejagung pun jauh-jauh meluncur dari Jakarta untuk melakukan pengintaian bersama dua intel Kodim 0313/Kampar, Sersan Mayor Eko Riadi Widarto dan Sertu Efendi Samosir.
Jadi, selama ini sang buron bersembunyi di kampung halamannya di Desa Lipat Kain.
"Benar, yang bersangkutan diamankan di Jalan Lintas Penghidupan, Kampar oleh Tim Penangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung RI dan bersama Tim Intelijen Kejaksaan,” kata Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru, Asep Sontani Sunarya melalui Seksi Kriminal Khusus (Kasi) Rionov Oktana Sembiring, dikutip Selasa (19/2/2024).
Rionov menyatakan bahwa Yusri telah dihukum dalam kasus korupsi dan TPPU terkait kegiatan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Pertamina.
Modus operandinya adalah dengan memindahkan sisa BBM hasil pendistribusian dari Terminal BBM PT Pertamina Wilayah Operasi 1 Medan/Wilayah 1 Provinsi Riau, yang kemudian disimpan di tengah laut dari kapal pengangkut BBM milik PT Pertamina ke kapal tanker PT Lautan Terang (ship to ship) yang dimiliki oleh Achmad Machbub alias A Bob.
Pada saat terjadinya korupsi, Yusri menjabat sebagai Senior Supervisor Pertamina Regional I Tanjung Uban. Akibat dari perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian finansial sekitar Rp 1,2 miliar, demikian diungkapkan oleh Rionov.
Lebih lanjut, Rionov menjelaskan bahwa meskipun Yusri telah dijatuhi vonis bebas, perkara tersebut masih menunggu keputusan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman penjara selama 10 tahun, denda sebesar Rp 1 miliar, yang dapat digantikan dengan kurungan selama 6 bulan, serta kewajiban membayar uang penggantian kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,002 miliar, yang dapat digantikan dengan hukuman penjara selama 3 tahun.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim pada 18 Juni 2016. Sejak saat itu, Yusri dibebaskan dari penjara.
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding. Alhasil, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya hukum tersebut.
Berdasarkan putusan Nomor: 2170 K/PID.SUS/2016, hukuman Yusri 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun penjara. Selain itu, ia juga wajib membayar ganti rugi negara sebesar Rp 1,2 miliar subsider 2 tahun penjara,” kata Rionov.
Sejak saat itu, Jaksa terus memburu keberadaan Yusri. Hingga akhirnya ia berhasil ditangkap.
Sebelumnya Narapidana Yusri terdeteksi di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar. Kemudian Tim Tabur memutuskan mengejar Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, kata mantan Kepala Cabang Kejari (Kacabjari) Makassar di Pelabuhan Makassar.
Saat tim mengejar hingga Kota Pekanbaru, Narapidana Yusri berpindah ke Kabupaten Kampar menggunakan kendaraan roda dua hingga akhirnya diamankan di Simpang Kehidupan Kampar tanpa perlawanan, lanjutnya.
Saat diamankan, kata Rionov, terpidana Yusri bersikap kooperatif sehingga proses pengamanan berjalan lancar. Selanjutnya Terpidana dibawa ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Jaksa Eksekutor Pekanbaru.
“Dihukum akan dieksekusi di Lapas Pekanbaru,” tegas Rionov Oktana Sembiring.
Di tempat yang sama, Kepala Intelijen Pekanbaru, Lasargi Marel mengatakan, melalui program Tabur Kejaksaan Agung, Jaksa Agung meminta jajarannya memantau dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran, guna dieksekusi demi kepastian hukum.
“Jaksa Agung menghimbau kepada seluruh buronan yang ada dalam Daftar Pencarian (DPO) Kejaksaan RI untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat yang aman untuk bersembunyi,” tegas Marel.
Selain Yusri, kasus ini juga menjerat sejumlah pihak lainnya. Mereka adalah Achmad Machbub, Niwen Khairiyah, Arifin Ahmad dan Du Nun. Semuanya juga dibawa ke pengadilan dan dinyatakan bersalah.
Yusri sendiri saat diwawancarai mengaku tak bingung meski telah divonis bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah. "Enggak jelas. Nggak apa-apa, balik ke desa aja Lipat Kain," kata Yusri sambil diantar menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]