WahanaNews.co | Gedung pertemuan serbaguna yang dibangun Pemkab Klaten dengan anggaran sekitar Rp 90 miliar tak jadi dinamakan Grha Megawati. Gedung berkapasitas ribuan orang itu sudah pasti dinamai Grha Bung Karno.
Papan nama tersebut berwarna merah dengan bangunan sekitar bercat putih. Papan nama tersebut bisa dilihat pengguna jalan lingkar selatan di Desa Buntalan, Kecamatan Klaten Selatan.
Baca Juga:
Kominfo RI Perluas Jaringan Internet di Lima Desa Lereng Gunung Merapi
Di lokasi, sejumlah pekerja tampak sedang menata paving blok, pagar maupun taman. Gedung yang megah di sisi selatan pun bisa dilihat dengan mudah.
"Setelah selesai kita gunakan untuk masyarakat. Ya Grha Bung Karno (namanya)," ungkap Bupati Klaten, Sri Mulyani usai pengukuhan PKUB desa se-Klaten, Rabu (16/11/2022) siang.
Sri Mulyani menyatakan tahun ini pembangunan Grha Bung Karno ditargetkan selesai. Dengan demikian kemungkinan awal tahun 2023 sudah bisa digunakan.
Baca Juga:
Cerita Penjual Tahu Bakso di Klaten Bisa Naik Haji, Setelah 10 Tahun Menabung
"Insya Allah awal tahun. Tahun ini selesai, kita resmikan awal tahun, intinya tahun ini selesai," lanjut Sri Mulyani.
Disinggung kemungkinan gedung digunakan untuk transit liburan tahun baru, Sri Mulyani tidak mempermasalahkannya.
"Boleh (untuk transit liburan tahun baru). Kalau sudah selesai boleh, intinya tahun ini selesai," pungkasnya
Diwawancarai secara terpisah, Plt Kepala Dinas PUPR Pemkab Klaten, Suryanto membenarkan biaya pembangunan gedung itu Rp 90 miliar.
"Ya sekitar Rp 90 miliar dari awal sampai tahun ini," ungkap Suryanto.
Sebelumnya diberitakan, gedung serbaguna yang dibangun Pemkab Klaten, senilai Rp 90 miliar urung dinamakan Grha Megawati. Bupati Klaten Sri Mulyani menyampaikan alasannya.
"Yang kemarin latah kan Grha Megawati. Tapi biar itu menjadi sebuah kawasan yang menyatu antara Ir Soekarno, jalannya dan terminalnya, saya namai dengan Grha Bung Karno," ungkap Sri Mulyani kepada wartawan di pendapa Pemkab Klaten, Senin (1/8).
Mulyani menyebut sejak awal Grha Megawati belum nama resmi. Nama itu hanya lemparan isu untuk menjaring tanggapan masyarakat.
"Saya hanya omong aja, saya istilahnya lagi melempar isu, masyarakat bagaimana. Itu (Grha Megawati) sebenarnya belum pasti, keinginan saja tapi masuk atau tidak, disetujui masyarakat atau tidak, itu bagian pengkajian kami," paparnya.[sdy]