WahanaNews.co | Puluhan pengungsi asal Afghanistan
kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor International Organization for Migration (IOM) atau Organisasi
Internasional untuk Migrasi di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin
(3/5/2021).
Unjuk
rasa itu kembali digelar, setelah pada pekan lalu mereka menggelar dua kali
unjuk rasa, yakni pada Rabu (28/4/2021) dan Jumat (30/4/2021).
Baca Juga:
Sesama Pengungsi, Warga Afghanistan dan Ukraina Saling Gusur di Jerman
Unjuk
rasa yang dimulai dari pukul 09.30 WITA ini didominasi oleh pengungsi dari
Hotel Kupang Inn dan sebagian dari Hotel Ina Bo"i .
Mereka
tidak ingin membubarkan diri, meski upaya mediasi mempertemukan mereka dengan
IOM dan UNHCR secara virtual akan dilakukan.
Baca Juga:
IRAP Serukan Kesetaraan Perlakuan terhadap Pengungsi Afghanistan dan Ukraina
Ingin Pindah dari Indonesia
Salah
seorang warga Afghanistan, Bashkir Rasikh, mengatakan, mereka menggelar aksi unjuk rasa
itu agar segera dipindahkan dari Indonesia.
"Kami
sudah tinggal di Kupang selama tujuh sampai delapan tahun, tapi nasib kami
tidak menentu," kata Rasikh kepada wartawan, usai unjuk rasa.
Menurut
Rasikh, mereka ingin pindah ke sejumlah negara, seperti Australia, Selandia Baru,
Inggris, Amerika Serikat, ataupun Kanada.
Rasikh
menyebut, di Indonesia mereka tidak bisa bekerja, karena tidak ada lapangan
pekerjaan untuk mereka.
Dia
bersama pengungsi lainnya hanya tinggal di tempat penginapan tanpa ada masa
depan yang pasti.
"Banyak
anak-anak kami yang tidak sekolah. Apalagi kami setiap bulan hanya dikasih uang
oleh IOM sebesar Rp 1,5 juta bagi yang sudah berkeluarga dan Rp 500.000 bagi
yang masih muda," ujar dia.
Dia
berharap, pihak IOM bisa memperhatikan tuntutan mereka untuk segera pindah ke
negara ketiga.
Tinggal Tujuh Tahun di Kupang
Pengungsi
lainnya, Kubra Hasani, mengaku, ia dan imigran lainnya ingin segera pindah dari
Indonesia menuju negara rujukan yang telah disepakati badan pengungsi dunia.
"Harapan
kami, ingin pindah ke negara tujuan yang aman, karena kita pengungsi sehingga
harus pindah. Kami juga belum tahu negara mana yang jadi rujukan karena masih
dalam proses," ungkap Kubra di lokasi, Rabu
(28/4/2021).
Kubra
mengaku sudah tinggal di Kupang selama tujuh tahun, sehingga butuh kepastian
masa depan mereka dan anak-anak.
Dia
menuturkan, akibat belum adanya kepastian, banyak pengungsi asal Afghanistan
yang mengalami gangguan mental.
"Banyak
laki-laki muda di sini yang tengganggu masalah mental dan setiap hari minum
obat saraf. Tidak makan, minum dan tidak tidur hanya minum obat. Mereka
semuanya hampir gila. Itu harus segera direspons IOM untuk segera tangani
mereka dengan membawa mereka ke negara rujukan," ujar dia.
Kubra
mengaku, mereka tidak akan berhenti berjuang dan terus menggelar aksi sampai
mendapatkan hasil.
Dikawal Petugas Rudenim
Aksi
unjuk rasa pengungsi Afghanistan itu dikawal oleh petugas dari Rumah Detensi
Imigrasi Kupang.
Kepala
Rumah Detensi Imigrasi (Karudenim) Kupang, Heksa Asik Soepriadi,mencoba
untuk memberikan pemahaman kepada para demonstran tentang tugas dan fungsi,
serta kewenangan Rudenim.
"Kita
pihak Rudenim Kupang hanya melaksanakan fungsi pengawasan administratif sesuai
yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang
Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, sedangkan yang berwenang untuk
penempatan ke negara ketiga adalah kewenangan UNHCR dan pemindahan antar
Rudenim (dari Kota Kupang keProvinsi lain) adalah kewenangan IOM,"
kata Heksa.
Heksa
menyebut, saat ini UNHCR tidak lagi punya kantor perwakilan di Kupang.
"Jadi
saya minta agar saudara-saudara pengungsi bisa memahami dan kembali ke hotel
masing-masing dan besok mengikuti dialog secara virtual yang diadakan oleh
UNHCR dan IOM. Saudara-saudara dapat menyampaikan semua keluhan dan
tuntutan pada dialog tersebut," kata Heksa.
Usai
mendengar penjelasan itu, para pengungsi Afghanistan kemudian kembali ke tempat
penginapan mereka.
Dihubungi
terpisah, Perwakilan IOM Kupang, Asni, meminta wartawan agar
menyodorkan pertanyaan terkait pengungsi Afghanistan melalui email.
"Silahkan
kirim e-mail ke [email protected].
Nanti saya akan teruskan ke spokesperson
IOM. Kami punya SOP sendiri terkait permintaan informasi dari media," kata
Asni, singkat. [dhn]