WahanaNews.co | Gerakan Semesta Rakyat Indonesia melaporkan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan gratifikasi, Kamis (13/1) kemarin.
Merespons laporan itu, Edy Rahmayadi mengaku heran kenapa banyak yang mau memenjarakannya.
Baca Juga:
Nonton Aquabike di Danau Toba? Tenang, Ada Shuttle Bus Gratis!
"Kok senang sekali orang-orang ini mau memenjarakan saya," kata Edy kepada wartawan, Jumat (14/1).
Menurut Edy LHKPN merupakan pertanggungjawaban harta yang dimilikinya kepada pihak berwajib. Namun eks Pangkostrad itu memastikan sudah memenuhi kewajiban dengan melaporkan seluruh harta kekayaannya.
"Itu sudah ada yang mengatur, LHKPN itu adalah pertanggungjawaban harta saya. Saya laporkan kepada yang berwajib. Nggak usah dilapor, orang laporannya dihimpun KPK, KPK sudah turun. Tak mungkin KPKenggak turun untuk melakukan survei kebenaran apa yang kita laporkan," ungkapnya.
Baca Juga:
Shuttle Bus Gratis untuk Kenyamanan Pengunjung Aquabike World Championship 2024 di Danau Toba
Sebelumnya, pelapor yakni perwakilan Gerakan Semesta Rakyat Indonesia, Ismail Marzuki mengatakan, pihaknya juga meminta KPK untuk mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Edy.
"Itu ada pembangunan bronjong tanpa ada izin dari kementerian, karena dia bronjong di pinggir sungai, harus semua ada izin dari pihak kementerian, sedangkan dia membangun tanpa ada izin, berarti kan ada dugaan indikasi di situ," ujar Ismail kepada wartawan.
Laporan tersebut telah diterima KPK. Ismail menunjukkan tanda terima tertanggal 13 Januari 2022. Selain dugaan penerimaan gratifikasi, Ismail juga meminta KPK mengecek harta kekayaan Edy.
"Karena LHKPN-nya di 2019, dia sepertinya belum mencantumkan kepemilikan namanya Taman Edukasi Buah Cakra seluas sekitar 15 hektare lebih di daerah Deli Tua, Namorambe, (Deliserdang)," tutur Ismail.
Berdasarkan laman elhkpn.kpk.go.id, pada 18 Maret 2020 (jenis laporan periodik 2019), Edy melaporkan kepemilikan 15 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Deli Serdang, Kampar, Medan, Binjai, dan Bogor. Estimasi nilai keseluruhan mencapai Rp 15.904.950.000.
Sedangkan pada 1 Februari 2021 (jenis laporan periodik 2020), Edy melaporkan kepemilikan 11 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Deli Serdang, Kampar, Medan, Binjai, dan Bogor. Estimasi nilai keseluruhan mencapai Rp12.134.950.000.
Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, mengonfirmasi bahwa KPK sudah menerima laporan tersebut. KPK, terang dia, akan mempelajarinya dengan melakukan penelaahan dan verifikasi terlebih dahulu.
Ali menjelaskan hal tersebut penting dilakukan untuk menentukan apakah aduan tersebut termasuk tindak pidana korupsi atau bukan.
"Setelah kami cek di bagian persuratan KPK, benar telah diterima surat dimaksud. Berikutnya tentu akan dipelajari, analisis dan verifikasi atas materi dan data sebagaimana surat dimaksud," terang Ali. [bay]